Jakarta (Antara Megapolitan) - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono mengatakan pihaknya mendukung pasal penghinaan terhadap presiden dan wapres untuk kembali diberlakukan.

"Kalau menurut saya, menghina presiden itu salah dong. Masa dipilih sendiri, begitu dipilih dan disuruh memimpin, malah dihina-hina? Di seluruh dunia itu, menghina presiden, ada pasalnya," kata Hendropriyono, di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, bukan hanya penghinaan terhadap presiden, bahkan seseorang bila dihina oleh orang lain itu maka si penghina selayaknya dihukum.

"Kalau orang dihina orang lain, orang yang menghina harus dihukum. Kalau (penghinaan) kepada presiden, sangat tipis (bedanya) dengan (penghinaan) kepada pribadi," ujarnya.

Ia pun tidak risau dengan anggapan bila pasal penghinaan disahkan akan membungkam pihak-pihak pengkritik presiden.

"Nggak (kuatir). Harus dibedakan antara mengkritik dan menghina. Dan harus jelas dalam UU, perbedaan keduanya," imbuhnya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengajukan 786 Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke DPR RI untuk disetujui menjadi UU KUHP.

Dari ratusan pasal yang diajukan itu, Presiden Jokowi menyelipkan satu Pasal mengenai Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal tersebut sebenarnya sudah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2006.

Pasal tersebut tercantum dalam Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang berbunyi: "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup Pasal Penghinaan Presiden yang tertuang dalam RUU KUHP, seperti dalam Pasal 264, yang berbunyi:
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".  

Pewarta: Anita Permata Dewi

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015