Partai Demokrat menegaskan pihaknya tetap melanjutkan proses persidangan terkait dengan gugatan hukum terhadap 10 penyelenggara kongres luar biasa di Sibolangit.
"Tetap kami lanjutkan gugatan,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra ketika ditemui usai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyo (AHY) menggelar jumpa pers menanggapi keputusan pemerintah menolak hasil KLB.
Saat ditanya mengenai alasannya, Herzaky belum dapat memberi jawaban.
Namun, dia memastikan DPP Partai Demokrat tetap akan melanjutkan proses hukum terhadap 10 penyelenggara KLB, yaitu Yus Sudarso, Syofwatilah Mohzaib, Max Sopacua, Achmad Yahya, Darmizal, Marzuki Alie, Tri Julianto, Supandi R. Sugondo, Boyke Novrizon, dan Jhoni Allen Marbun.
Mereka yang menjadi penggerak KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tanggal 5 Maret 2021, digugat oleh DPP Partai Demokrat melalui tim kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, 12 Maret.
Gugatan itu terdaftar di PN Jakarta Pusat dengan nomor registrasi 172/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst.
Baca juga: AHY: Kemenkumham tolak KLB kabar baik bagi demokrasi
Dalam berkas gugatannya, sebagaimana dilihat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, penggugat meminta majelis hakim menyatakan dan menetapkan para tergugat tidak memiliki dasar hukum untuk melaksanakan aktivitas apa pun yang mengatasnamakan Partai Demokrat, termasuk KLB Partai Demokrat.
Tidak hanya itu, penggugat meminta majelis hakim agar menetapkan kongres luar biasa di Sibolangit beserta hasilnya tidak sah dan batal demi hukum.
DPP Partai Demokrat, sebagaimana dikutip dari dokumen gugatannya, juga meminta majelis hakim agar melarang Menteri Hukum dan HAM menerima pendaftaran, memberi verifikasi, dan pengesahan terhadap pendaftaran atas perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan kepengurusan Partai Demokrat dari para tergugat atau pihak lain yang menggunakan hasil KLB di Sibolangit.
Terakhir, Partai Demokrat juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa kepengurusan Partai Demokrat yang sah adalah mereka yang telah ditetapkan oleh Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Nomor: M.MH-09.AH.11.01 Tahun 2020 dan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Nomor: M.HH-15.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Masa Bakti 2020—2025.
Majelis Hakim PN Jakarta Pusat telah menggelar sidang pertama terkait dengan kasus tersebut pada hari Selasa (30/3). Namun, sidang ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 13 April.
Baca juga: Kemenkumham jelaskan penolakan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly pada sesi jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu, mengumumkan pemerintah menolak hasil KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, karena dokumen yang diserahkan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM tidak lengkap.
Sejauh ini, pihak pengurus KLB belum dapat dihubungi untuk diminta tanggapan terkait dengan keputusan pemerintah tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Tetap kami lanjutkan gugatan,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra ketika ditemui usai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyo (AHY) menggelar jumpa pers menanggapi keputusan pemerintah menolak hasil KLB.
Saat ditanya mengenai alasannya, Herzaky belum dapat memberi jawaban.
Namun, dia memastikan DPP Partai Demokrat tetap akan melanjutkan proses hukum terhadap 10 penyelenggara KLB, yaitu Yus Sudarso, Syofwatilah Mohzaib, Max Sopacua, Achmad Yahya, Darmizal, Marzuki Alie, Tri Julianto, Supandi R. Sugondo, Boyke Novrizon, dan Jhoni Allen Marbun.
Mereka yang menjadi penggerak KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tanggal 5 Maret 2021, digugat oleh DPP Partai Demokrat melalui tim kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, 12 Maret.
Gugatan itu terdaftar di PN Jakarta Pusat dengan nomor registrasi 172/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst.
Baca juga: AHY: Kemenkumham tolak KLB kabar baik bagi demokrasi
Dalam berkas gugatannya, sebagaimana dilihat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, penggugat meminta majelis hakim menyatakan dan menetapkan para tergugat tidak memiliki dasar hukum untuk melaksanakan aktivitas apa pun yang mengatasnamakan Partai Demokrat, termasuk KLB Partai Demokrat.
Tidak hanya itu, penggugat meminta majelis hakim agar menetapkan kongres luar biasa di Sibolangit beserta hasilnya tidak sah dan batal demi hukum.
DPP Partai Demokrat, sebagaimana dikutip dari dokumen gugatannya, juga meminta majelis hakim agar melarang Menteri Hukum dan HAM menerima pendaftaran, memberi verifikasi, dan pengesahan terhadap pendaftaran atas perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan kepengurusan Partai Demokrat dari para tergugat atau pihak lain yang menggunakan hasil KLB di Sibolangit.
Terakhir, Partai Demokrat juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa kepengurusan Partai Demokrat yang sah adalah mereka yang telah ditetapkan oleh Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Nomor: M.MH-09.AH.11.01 Tahun 2020 dan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Nomor: M.HH-15.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Masa Bakti 2020—2025.
Majelis Hakim PN Jakarta Pusat telah menggelar sidang pertama terkait dengan kasus tersebut pada hari Selasa (30/3). Namun, sidang ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 13 April.
Baca juga: Kemenkumham jelaskan penolakan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly pada sesi jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu, mengumumkan pemerintah menolak hasil KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, karena dokumen yang diserahkan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM tidak lengkap.
Sejauh ini, pihak pengurus KLB belum dapat dihubungi untuk diminta tanggapan terkait dengan keputusan pemerintah tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021