Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mulai melanda sejumlah kawasan di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, membuat Kota Pangkalan Bun mulai diselimuti asap sehingga kualitas udara menurun.
Pantauan ANTARA, berdasarkan alat pemantau kualitas udara di Stasiun Meteorologi Iskandar Pangkalan Bun, Senin, kualitas udara masuk kategori tidak sehat. Pada sekitar pukul 12.00 WIB, alat pemantau kualitas udara menunjukkan konsentrasi PM10 terpantau di kisaran angka 333 mikrogram per meter kubik, artinya, kualitas udara masuk kategori tidak sehat.
Meski begitu, angka tersebut turun bila dibandingkan dengan satu jam sebelumnya yang terpantau di angka 378 mikrogram per meter kubik yang mana masuk kategori sangat tidak sehat.
Baca juga: CCTV Asap Digital percepat Tim Satgas Karhutla lakukan pemadaman
Kabut asap yang menyelimuti kota berjulukan Kota Manis itu mulai membuat udara tidak lagi segar dan mengganggu pernapasan.
"Corona belum hilang, kabut asap menyerang, sangat mengganggu," kata Sugiarto, warga Kelurahan Madurejo, Kecamatan Arut Selatan, Senin.
Warga lainnya Anggraini, tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Imanuddin Pangkalan Bun juga mengaku udara sudah lagi tidak sehat. "Udara rasanya pengap tidak segar, jadi berasa panas banget," katanya.
Dimintai konfirmasi mengenai karhutla yang mulai melanda, Wakil Ketua II DPRD Kobar Bambang Suherman menawarkan satu konsep yang menurutnya bisa menjadi kunci pencegahan yaitu membuat pemukiman model transmigrasi lokal di sekitar lahan yang menjadi langganan kebakaran.
Baca juga: Pakar UI: Cegah beban ganda karhutla di tengah pandemi COVID-19
"Kebakaran tersebut kita lihat dan kita perhatikan tahun ke tahun hanya di tempat-tempat itu saja yang parah. Oleh karena itu, ini ada satu konsep kepada pemerintah daerah untuk mengurangi beban biaya penanganan karhutla setiap tahunnya, yaitu dengan dibuatkan satu permukiman di daerah eks kebakaran tersebut," kata politisi Partai Gerindra ini.
Menurutnya, konsep solusinya dengan dibuat permukiman penduduk transmigrasi swakelola mandiri. Transmigrasi ini bukan didatangkan dari luar daerah atau dari Pulau Jawa, tetapi warga lokal yakni dari Kobar sendiri atau daerah tetangga, termasuk provinsi tetangga.
Kemudian, warga diberikan lahan dan dipersilakan membangun permukiman serta mengolah lahan. Harapannya, lahan yang jadi langganan karhutla dapat dikelola dan tentunya bakal dijaga masyarakat agar tidak terbakar.
Baca juga: Presiden akan copot jabatan TNI/Polri jika terjadi karhutla makin membesar
Sebelumnya, Bupati Kobar Hj Nurhidayah saat memantau proses pemadaman karhutla yang terjadi di kilometer 12 Jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama, menyampaikan imbauan dan mengajak masyarakat bersama-sama menjaga lingkungan demi menghindari bencana kebakaran hutan dan lahan.
"Kita sama-sama tahu saat ini kita masih dilanda pandemi COVID-19. Mari kita sama-sama menjaga lingkungan kita demi mencegah terjadinya kebakaran hutan ataupun lahan," demikian Nurhidayah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
Pantauan ANTARA, berdasarkan alat pemantau kualitas udara di Stasiun Meteorologi Iskandar Pangkalan Bun, Senin, kualitas udara masuk kategori tidak sehat. Pada sekitar pukul 12.00 WIB, alat pemantau kualitas udara menunjukkan konsentrasi PM10 terpantau di kisaran angka 333 mikrogram per meter kubik, artinya, kualitas udara masuk kategori tidak sehat.
Meski begitu, angka tersebut turun bila dibandingkan dengan satu jam sebelumnya yang terpantau di angka 378 mikrogram per meter kubik yang mana masuk kategori sangat tidak sehat.
Baca juga: CCTV Asap Digital percepat Tim Satgas Karhutla lakukan pemadaman
Kabut asap yang menyelimuti kota berjulukan Kota Manis itu mulai membuat udara tidak lagi segar dan mengganggu pernapasan.
"Corona belum hilang, kabut asap menyerang, sangat mengganggu," kata Sugiarto, warga Kelurahan Madurejo, Kecamatan Arut Selatan, Senin.
Warga lainnya Anggraini, tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Imanuddin Pangkalan Bun juga mengaku udara sudah lagi tidak sehat. "Udara rasanya pengap tidak segar, jadi berasa panas banget," katanya.
Dimintai konfirmasi mengenai karhutla yang mulai melanda, Wakil Ketua II DPRD Kobar Bambang Suherman menawarkan satu konsep yang menurutnya bisa menjadi kunci pencegahan yaitu membuat pemukiman model transmigrasi lokal di sekitar lahan yang menjadi langganan kebakaran.
Baca juga: Pakar UI: Cegah beban ganda karhutla di tengah pandemi COVID-19
"Kebakaran tersebut kita lihat dan kita perhatikan tahun ke tahun hanya di tempat-tempat itu saja yang parah. Oleh karena itu, ini ada satu konsep kepada pemerintah daerah untuk mengurangi beban biaya penanganan karhutla setiap tahunnya, yaitu dengan dibuatkan satu permukiman di daerah eks kebakaran tersebut," kata politisi Partai Gerindra ini.
Menurutnya, konsep solusinya dengan dibuat permukiman penduduk transmigrasi swakelola mandiri. Transmigrasi ini bukan didatangkan dari luar daerah atau dari Pulau Jawa, tetapi warga lokal yakni dari Kobar sendiri atau daerah tetangga, termasuk provinsi tetangga.
Kemudian, warga diberikan lahan dan dipersilakan membangun permukiman serta mengolah lahan. Harapannya, lahan yang jadi langganan karhutla dapat dikelola dan tentunya bakal dijaga masyarakat agar tidak terbakar.
Baca juga: Presiden akan copot jabatan TNI/Polri jika terjadi karhutla makin membesar
Sebelumnya, Bupati Kobar Hj Nurhidayah saat memantau proses pemadaman karhutla yang terjadi di kilometer 12 Jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama, menyampaikan imbauan dan mengajak masyarakat bersama-sama menjaga lingkungan demi menghindari bencana kebakaran hutan dan lahan.
"Kita sama-sama tahu saat ini kita masih dilanda pandemi COVID-19. Mari kita sama-sama menjaga lingkungan kita demi mencegah terjadinya kebakaran hutan ataupun lahan," demikian Nurhidayah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021