Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis berpeluang menguat, namun dibayangi kenaikan imbal hasil obligasi AS.
Pada pukul 9.45 WIB, rupiah masih melemah 13 poin atau 0,09 persen ke posisi Rp14.098 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.085 per dolar AS.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Kamis, mengatakan, pagi ini sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat meninggi dengan penguatan indeks saham Asia yang mengikuti kenaikan besar indeks saham Amerika Serikat.
Baca juga: Harga emas tergerus 2,5 dolar, investor pertimbangkan kesaksian ketua Fed
"Pasar menanggapi positif pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell di hadapan komite jasa keuangan DPR AS bahwa target inflasi mungkin baru akan tercapai tiga tahun lagi. Oleh karena itu The Fed masih akan mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter," ujar Ariston.
Selain itu, lanjut Ariston, kemajuan program vaksinasi global juga bisa membantu penguatan sentimen aset berisiko hari ini.
"Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS dengan alasan di atas hari ini," katanya.
Namun penguatan rupiah bisa terbatas karena kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terutama tenor jangka panjang yang mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.
Baca juga: Emas turun lagi 8,0 dolar
Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun mencatat level tertinggi di 1,43 persen sejak Februari 2020.
"Kenaikan tingkat imbal hasil ini masih karena respons pasar terhadap outlook kenaikan inflasi dengan membanjirnya stimulus di AS," ujar Ariston.
Ariston memperkirakan rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp14.050 per dolar AS hingga Rp14.100 per dolar AS.
Pada Rabu (24/2) lalu, rupiah ditutup menguat 8 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.085 per dolar AS dari posisi penutupan hari sebelumnya Rp14.093 per dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
Pada pukul 9.45 WIB, rupiah masih melemah 13 poin atau 0,09 persen ke posisi Rp14.098 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.085 per dolar AS.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Kamis, mengatakan, pagi ini sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat meninggi dengan penguatan indeks saham Asia yang mengikuti kenaikan besar indeks saham Amerika Serikat.
Baca juga: Harga emas tergerus 2,5 dolar, investor pertimbangkan kesaksian ketua Fed
"Pasar menanggapi positif pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell di hadapan komite jasa keuangan DPR AS bahwa target inflasi mungkin baru akan tercapai tiga tahun lagi. Oleh karena itu The Fed masih akan mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter," ujar Ariston.
Selain itu, lanjut Ariston, kemajuan program vaksinasi global juga bisa membantu penguatan sentimen aset berisiko hari ini.
"Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS dengan alasan di atas hari ini," katanya.
Namun penguatan rupiah bisa terbatas karena kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terutama tenor jangka panjang yang mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.
Baca juga: Emas turun lagi 8,0 dolar
Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun mencatat level tertinggi di 1,43 persen sejak Februari 2020.
"Kenaikan tingkat imbal hasil ini masih karena respons pasar terhadap outlook kenaikan inflasi dengan membanjirnya stimulus di AS," ujar Ariston.
Ariston memperkirakan rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp14.050 per dolar AS hingga Rp14.100 per dolar AS.
Pada Rabu (24/2) lalu, rupiah ditutup menguat 8 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.085 per dolar AS dari posisi penutupan hari sebelumnya Rp14.093 per dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021