Surabaya (Antara Megapolitan) - Sebanyak 55 saintis muda dari 10 negara ASEAN akan bertemu dalam forum "Young Engineer and Scientist Summit 2015" (YES Summit 2015) di Surabaya pada 5-9 Juni.

"Ke-55 peserta yang meliputi 28 peserta Indonesia dan 27 peserta ASEAN itu akan merumuskan Buku Ide yang membahas tiga tema yakni transportasi, energi, dan TIK," kata ketua panitia YES Summit 2015, Andre Surya Pradana, di kampus setempat, Selasa.

Dalam konferensi pers bersama Pembina Kemahasiswaan ITS Dr Ir Bambang Sampurno, salah seorang manajer di PT PJB Ir Edy Hartono MM, dan tokoh PII Prof Ir Daniel M Rosyid PhD MRINA, ia menjelaskan YES Summit digagas para pegiat/aktivis BEM ITS pada tahun 2011.

"YES Summit itu digagas karena forum yang menghimpun kaum muda itu sudah banyak, tapi umumnya berkisar tentang 'leadership' dan manajerial, sedangkan bidang keprofesian dari kaum muda belum terpikirkan," katanya.

Setelah melakukan berbagai pembahasan, YES Summit akhirnya dilahirkan pada 2012, lalu diperkenalkan ke berbagai universitas di Jawa hingga akhirnya YES Summit yang pertama digelar pada tahun 2013 dengan tiga tema yakni lingkungan, energi, dan TIK.

"Agaknya, forum itu mendapat sambutan dari universitas di luar Jawa, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Bali, sehingga YES Summit 2014 digelar dalam skala nasional dengan tema tunggal tentang transportasi, baik darat, laut, udara, maupun kereta," katanya.

Untuk tahun 2015, YES Summit diperluas untuk skala ASEAN, karena tahun 2015 merupakan era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), bahkan peserta hingga kini tercatat 360 mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA (sainstek), karena panitia menyiapkan tim dosen sainstek untuk menyeleksi abstraksi mereka menjadi 55 peserta pilihan.

"Terkait tema YES Summit 2015, kami fokus pada tiga tema yakni energi, transportasi, dan TIK/ICT, karena ketiga tema itu sesuai dengan Master Plan MEA untuk mewujudkan 'Asean Connectivity' dalam sharing energi (energi), koneksitas transportasi (transportasi), dan satu jaringan ICT Asean (ICT)," katanya.
    
Deklarasi Surabaya

Dalam kesempatan itu, tokoh PII Prof Ir Daniel M Rosyid PhD MRINA menantang para saintis muda ASEAN untuk menggagas Deklarasi Surabaya tentang paradigma baru di bidang energi, teknologi (ICT), dan transportasi.

"Paradigma baru di bidang energi adalah mengubaj cara berpikir yang fokus pada pasokan energi fosil, karena sampai kapan pun akan kekurangan terus, karena itu saintis muda harus mendorong energi nuklir ASEAN, seperti Jepang, Jerman, Prancis, dan sebagainya," katanya.

Untuk paradigma baru di bidang teknologi (ICT) adalah mengubah ICT dari ICT sebagai "gaya hidup" (gengsi) yang membuat manja dan akhirnya menjadi malas dan berpenyakit (obesitas, kolesterol, kanker, dan sebagainya) menjadi ICT sebagai "kebutuhan".

"Paradigma baru di bidang transportasi adalah mengubah transportasi dari transportasi individual untuk gengsi menjadi transportasi publik, semisal bus listrik atau kereta listrik, bukan mobil listrik," katanya.

Ia menambahkan motor atau mobil akan justru "membunuh" kota-kota dengan kemacetan, polusi, dan boros energi, melainkan beralih ke transportasi publik, transportasi sungai, udara, kereta, dan sebagainya.

"Coba bayangkan, di Surabaya saja setiap hari ada 100 mobil baru dan 1.200 motor baru yang menyebabkan Surabaya dalam setiap bulan kehilangan dua lapangan sepakbola," katanya.

Senada dengan itu, salah seorang manajer di PT PJB Ir Edy Hartono MM yang juga alumni ITS itu menantang para saintis muda untuk tidak sekadar memikirkan koneksitas energi, ICT, dan transportasi untuk skala ASEAN. "Kita memiliki ribuan pulau kecil yang gelap gulita," katanya.

Pewarta: Edy M Ya'kub

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015