Sukabumi, (Antara Megapolitan) - Warga Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat tepatnya di sekitar lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak atau TNGHS resah dengan semburan belerang.
"Semburan air yang diduga belerang ini sudah terjadi selama tiga bulan, selain mengeluarkan air juga mengeluarkan asap yang berbau belerang. Akibat dari itu, Sungai Cipalasari di Desa Pulosari yang digunakan oleh warga sekitar tercemar akita lubang yang menyemburkan belerang itu," kata Ketua Kelompok Mayarakat Pengawas Kalapanunggal Nusantara, Heri di Sukabumi, Jumat.
Menurutnya, lokasi semburan belerang itu ditemukan di sekitar hulu sungai tepatnya di anak Sungai Cipalasari yakni di Sungai Cibelegener. Lubang semburan tersebut diperkirakan lebarnya mencapao dua meter. Untuk mencapai lokasi, dibutuhkan waktu berjalan kaki dan menembus rimba selama empat sampai lima jam, bahkan warga sekitar tidak mau mendekati khawatir semburan belerang dan asap mengandung racun berbahaya.
Bahkan, tim gabungan dari masyarakat, Muspika Kalapanunggal dan Pokwamas Kalapanunggal Nusantara hanya bisa mengamati kondisi semburan tersebut dari jauh, karena lokasi di dekat lubang itu tanaman sudah mati dan mengeluarkan bau belerang yang menyengat. Jarak yang paling dekat ke lokasi bisa melalui PT Chevron Geothermal Salak yang jarak tempuhnya sekitar dua jam.
"Kami berharap Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Balai TNGHS, Chevron Geothermal Salak atau lembaga terkait secepatnya menindaklanjutinya, karena akibat semburan itu kondisi sungai sudah tercemar yang ditandakan ikan pun mati," tambahnya.
Sementara, Kepala Desa Pulosari Eko Pujiarto mengatakan sudah tiga bulan Sungai Cipalasari tercemar yang diiduga akibat semburan belerang itu, bahkan pihaknya sudah sudah melaporkan kasus ini kepada pihak terkait baik instansi pemkab, BTNGHS dan PT Chevron Geothermal Salak.
Akibat dari peristiwa tersebut, laju perekonomian dari pertanian dan perikanan terancam karena air tercemar karena sumber air Sungai Cipalasari yang berhulu di kawasan TNGHS berubah warna dan berbau belerang. Padahal airnya itu dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian serta perikanan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Semburan air yang diduga belerang ini sudah terjadi selama tiga bulan, selain mengeluarkan air juga mengeluarkan asap yang berbau belerang. Akibat dari itu, Sungai Cipalasari di Desa Pulosari yang digunakan oleh warga sekitar tercemar akita lubang yang menyemburkan belerang itu," kata Ketua Kelompok Mayarakat Pengawas Kalapanunggal Nusantara, Heri di Sukabumi, Jumat.
Menurutnya, lokasi semburan belerang itu ditemukan di sekitar hulu sungai tepatnya di anak Sungai Cipalasari yakni di Sungai Cibelegener. Lubang semburan tersebut diperkirakan lebarnya mencapao dua meter. Untuk mencapai lokasi, dibutuhkan waktu berjalan kaki dan menembus rimba selama empat sampai lima jam, bahkan warga sekitar tidak mau mendekati khawatir semburan belerang dan asap mengandung racun berbahaya.
Bahkan, tim gabungan dari masyarakat, Muspika Kalapanunggal dan Pokwamas Kalapanunggal Nusantara hanya bisa mengamati kondisi semburan tersebut dari jauh, karena lokasi di dekat lubang itu tanaman sudah mati dan mengeluarkan bau belerang yang menyengat. Jarak yang paling dekat ke lokasi bisa melalui PT Chevron Geothermal Salak yang jarak tempuhnya sekitar dua jam.
"Kami berharap Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Balai TNGHS, Chevron Geothermal Salak atau lembaga terkait secepatnya menindaklanjutinya, karena akibat semburan itu kondisi sungai sudah tercemar yang ditandakan ikan pun mati," tambahnya.
Sementara, Kepala Desa Pulosari Eko Pujiarto mengatakan sudah tiga bulan Sungai Cipalasari tercemar yang diiduga akibat semburan belerang itu, bahkan pihaknya sudah sudah melaporkan kasus ini kepada pihak terkait baik instansi pemkab, BTNGHS dan PT Chevron Geothermal Salak.
Akibat dari peristiwa tersebut, laju perekonomian dari pertanian dan perikanan terancam karena air tercemar karena sumber air Sungai Cipalasari yang berhulu di kawasan TNGHS berubah warna dan berbau belerang. Padahal airnya itu dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian serta perikanan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015