Bogor,  (Antara Megapolitan) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan cabang Bogor I merangkul para sopir angkutan kota dan pengojeg sebagai peserta jaminan perlindungan tenaga kerja.

"Para sopir dan tukang ojeg ini masuk program perlindungan tenaga kerja bukan penerima upah, karena mereka mandiri, tidak dari perusahaan," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan cabang Bogor I, Toto Suharto, di sela-sela sosialisai masif BPJS Ketenagakerjaan untuk tenaga kerja bukan penerima upah di Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Toto menjelaskan, pihaknya kali ini merangkul anggota dari komunitas Monster yakni (Mobil Nasional Sarana Transportasi Ekonomi Rakyat) yang memiliki anggota sekitar 15.000 orang, yang terdiri dari sopir angkot, pengojeg dan pedagang kaki lima.

"Dari 15.000 peserta hari ini yang kami undang 100 orang, dan dari semua yang hadir ada 30 orang yang mendaftar sebagai peserta BPJS," katanya.

Menurut Toto, BPJS Ketenagakerjaan memasifkan sosialisasi untuk merangkul seluruh pekerja bukan penerima upah (BPU) di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor menjadi peserta jaminan perlindungan tenaga kerja.

Dikatakannya, terdapat sekitar 20.000 pekerja bukan penerima upah di Kota Bogor, mereka berasal dari latar belakang pekerjaan berbeda, seperti sopir angkot, sopir bus, pengojeg, pedagang, kontributor media, penjual keliling dan lain sebagainya.

"Hingga 2015 ini sudah ada 600 pekerja bukan penerima upah yang bergabung menjadi peserta jaminan perlindungan tenaga kerja BPJS Ketenagakeraan," katanya.

Targetnya, lanjut dia, seluruh pekerja bukan penerima upah di Kota Bogor dapat ikut menjadi peserta jaminan perlindungan tenaga kerja karena diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2011 tentang BJSP dimana seluruh penduduk wajib mengikuti perlindungan kesehatan.

Dikatakannya, dengan mengikuti BPJS Ketenagakerjaan, perlindungan yang diberikan meliputi jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).

"Di Bogor besaran premi yang diberikan hanya Rp22.000 dengan manfaat perawatan rumah sakit hingga Rp20.000 untuk jaminan kecelakaan kerja," katanya.

Sedangkan untuk jaminan kematian, perlindungan terhadap risiko meninggal dunia dengan premi hanya Rp6.600, besar santunan yang meninggal dunia didapat oleh ahli waris senilai Rp21 juta untuk meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. Kalau meninggal karena kecelakaan kerja mendapat Rp105 juta.

Menurut Toto, kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan terutama di kalangan pekerja bukan penerima upah cukup tinggi, setelah adanya sosialisasi secara masif.

Jajang (40) pengojek di wilayah Ciheuleut, yang ikut mendaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan mengaku tenang setelah mendaftarkan diri.

"Ini kan buat tabungan kalau terjadi apa-apa ada yang bisa diwariskan kepada anak istri," katanya.

Dalam sosialisasi masif BPJS Ketenagakerjaan tersebut selain dilakukan penjelasan tentang jaminan perlindungan tenaga kerja, juga dilakukan aksi sosial membuat lubang biopori serta pembagian rompi peserta BPJS Ketenagakerjaan bagi pengojeg dan sopir angkot.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015