Jakarta (Antara Megapolitan) - Setelah menunggu sejak 2009, akhirnya pertandingan besar dan megah yang dikemas sebagai "Laga Abad Ini" antara Floyd Mayweather dan Manny Pacquiao berlangsung Minggu dan Mayweather dinyatakan menang angka.

Setelah berlaga selama 12 ronde, kedua petinju itu saling berpelukan dengan wajah bersih, tidak ada luka, tidak ada muka lembam.

Pacquaio mengejar, memukul dan sesekali melesak lawannya lewat kombiniasi pukulan jab-straight dan upper-cut, tapi Mayweather yang terus bergoyang ke arah kiri amat sukar ditaklukkan. Ia sudah amat faham dengan strategi dan gaya bertinju  Pacquiao yang kidal, yang selalu membungkuk dan terkadang berdiri seolah menempatkan bahu kanannya ke arah depan lawan.  

Pada laga yang dipimpin wasit Kenny Bayless dengan tiga hakim Dave Moretti, Bert Clements dan Glenn Feldman,  Mayweather dinyatakan menang angka telak 118-110, 116-112, 116-112 dan berhak atas sabuk juara dunia kelas welter versi  WBA Super, WBC, dan WBO.  

Dari ronde pertama hingga ke-12, kedua petinju tidak mengeluarkan pukulan pamungkas mereka seperti yang terjadi pada laga-laga sebelumnya. Mereka hanya berputar-putar , tidak kelihatan adanya variasi seolah di antara mereka ada yang sudah membaca gaya lawan, untuk kemudian dicecar dengan pukulan kombinasi.  

Pacquiao alias si "Pacman" melakukannya dalam beberapa ronde tapi ya itu tadi, lawannya amat mahir berkelit ke arah kiri dan menunduk untuk berbalik lagi ke arah kanan. Petarung yang mendapat bayaran termahal era ini, - Mayweather menerima uang sebesar 180 juta dolar dan lawannya 100 juta dolar - , tidak menampilkan pertandingan terbaik pada generasi mereka.  

Pacquiao melakukan apa yang ada dalam pikirannya, yaitu mendikte Mayweather di seputar ring dan memaksanya mundur ke pojok ring, tapi ia tidak pernah dapat mendaratkan pukulan keras, sehingga ia kelihatan beberapa kali frustrasi apalagi bila pukulannya hanya menerpa ruang kosong.

"Saya angkat topi untuk Manny Pacquiao. Saya tahu sekarang mengapa ia disebut petinju paling tangguh abad ini," kata Mayweather.  "Ia terus menekan saya dan memenangi beberapa ronde, tapi saya keluar dari jangkauannya dan memukulnya sekuat upaya saya."

Sedangkan Pacquiao yang bertipe "fighter" melancarkan pukulan lebih sedikit dibanding laga-laganya sebelumnya tapi ia menyatakan tidak menyangka akan kalah. "Saya kira saya menang. Ia tidak melakukan apa pun, kecuali bergerak terus ke arah kanan saya. Sedangkan saya memukulnya terus dan mengejarnya terus," kata petinju Filipina itu.

Sebanyak 16.507 penonton yang menyaksikan pertandingan itu, bersorak sorai setiap Pacquiao melancarkan serangan dan berteriak "Manny..Manny", karena mereka memfavoritkan petinju Filipina itu dan ingin ia menjadi petinju pertama yang mengalahkan Mayweather.

Statistik laga menunjukkan Mayweather mendaratkan 148 pukulan dari 435 yang dilancarkannya sedangkan Pacquiao mendaratkan 81 dari 429.  Volume pukulan Pacquiao amat jauh di bawah pukulannya sebelumnya, biasanya rata-rata sekitar 700 kali pukulan dalam 12 ronde.

Tapi penonton tidak lagi menyaksikan laga mendebarkan seperti ketika Pacman menjatuhkan Barry Tompkins, Barold Ledermann, Ray Markarian, Michael Marley, Dan Rafael dan yang lainnya, juga tidak melihat bagaimana serunya laga Mayweather lawan para penantangnya termasuk lawan Marcos Maidana tahun lalu.  

Mayweather pun menyebutkan, kelihatannya laganya ini bisa jadi merupakan yang terakhir. "Saya sudah berusia 40 tahun beberapa saat lagi, mungkin akan ada satu laga lagi dan setelah itu saya pensiun. Saya sudah bertanding selama 19 tahun dan sudah juara selama 18 tahun. Saya ingin mengakhirinya," ujarnya.
    
Laga di luar ring  

Pertandingan antara Mayweather dan Manny Pacquiao dirancang selama lima tahun dan pertarungan di luar ring mewarnai ramainya berita tentang kedua petinju itu selama ini.  

Mega pertandingan Minggu malam merupakan laga pertandingan amat seru di luar ring, baik dari sisi kehidupan mau pun dari sisi bisnis.  

Manny Pacquiao yang lahir dan tumbuh di salah satu desa di Filipina, putus sekolah saat ia kelas enam, kemudian ia menjual rokok dan donat di tepi jalan. Ia mencoba-coba latihan tinju dan ternyata gerakan tangannya amat cepat tapi teknis tinjunya harus diasah.  

Ia menumpang perahu pergi ke Manila dan di kota itu ia menjadi pekerja bangunan untuk menopang hidupnya dan mulai merambah tinju secara professional. Ia tampil sensasional pada pertandingan tinju di Filipina dan dijuluki "Blow-by-Blow" karena tampil cepat, tidak mengenal risiko dan selalu memukul rubuh lawannya.  

Pada 2001, Pacquiao berkunjung ke Amerika Serikat dan menumpang bus menuju Wild Card Boxing Club di Hollywood, dan terikat hubungan kerja dengan pelatih legendaris dan mantan petinju Freddie Roach.

Di bawah asuhan  Roach, Pacquiao menjadi petinju penyandang delapan kelas berbeda. Di Filipina ia menjadi pahlawan dan menjadi anggota kongres dan dikenal semua orang, apalagi amat berbaik hati selalu menyumbang ke yayasan sosial dan membantu rakyat miskin. Tapi ada pameo: ia tidak akan pernah bertemu dengan Mayweather.  

Lawannya, Floyd Mayweather Jr., tumbuh di Grand Rapids, Michigan, yang dikelilingi sasana tinju. Ayah dan pamannya adalah petinju. Ia mengawali tinju ketika meraih media perunggu pada Olimpiade. Kemudian beralih ke kancah tinju pro ditangani promotor Bob Arum, yang sekarang  beralih menangani Pacquiao.

Tapi Mayweather, yang dijuluki "Pretty Boy" mengalami masalah dengan Arum dan dengan mengejutkan berniat memanggungkan sendiri laganya dan dengan dibantu tokoh berpendidikan dari Harvard, promotor Al Haymon, Mayweather membentuk wadah kerja sama dan ia pun dijuluki "Money Mayweather."

Petinju Amerika itu, yang belum pernah kalah dalam 19 tahun ini, merupakan petinju cerdas di atas ring, memiliki taktik tinggi dan akhirnya menjadi petinju yang dibayar paling tinggi di dunia ini, menurut Forbes.

Mayweather dan Pacquiao memulai negosiasi mereka lima tahun lalu dan kelihatannya mereka memang tidak akan pernah bertemu di ring. Tetapi pada 2009, Mayweather diminta melakukan pemeriksaan penggunaan obat terlarang sehingga laga mereka semakin jauh dari kenyataan.

"Saya semain ragu apakah dapat bertemu dengan dia," kata Pacquiao dan sejak itu petinju Filipina itu sudah sembilan kali naik ring, sedangkan Mayweather tujuh kali.

"Bisnis tinju brutal", itu tertulis dalam washingtonpost.com, karena pertandingan tidak saja di atas ring, melainkan lebih ramai dalam hal pemasaran demi supremasi market.

Top Rank, perusahaan yang dikelola promotor Pacquiao, Arum, adalah promotor besar yang diketahui amat dekat dengan HBO, yang mempromosikan pertandingan Pacquiao. Di sisi lain, perusahaan pribadi Mayweather, - Mayweather Promotions- ,  bersaing dengan Top Rank dan punya hubungan dengan Showtime.

Jadi ada dua faksi yang berseteru di belakangan layar dalam bisnis tinju ini dan keduanya tidak ingin melakukan bisnis bersama, Rencana menaikkan Mayweather vs Pacquiao ke atas panggung menjadi masalah yang tidak ada putusnya dan bahkan hubungan mereka menjadi memanas. Tapi jangan salah, hal ini menjadi lebih menarik dan promosi kedua petinju itu menjadi semakin menjadi-jadi.

Nah, akhirnya kedua petinju itu sepakat naik ring. Mereka sebetulnya bersahabat di luar ring, terbukti ketika kedua saling bertukar nomor telepon saat menonton pertandingan bola basket.

Mayweather menunjukkan level permainannya. Ia mendapat bayaran lebih tinggi, kemudian memperoleh uang lebih banyak dari berbagai hal, seperti dari persentasi harga tiket yang habis sembilan hari menjelang laga, persentase hak siar televisi dan beberapa pemasukan dari unsur lain sebelum mereka naik ring.  

Nah, kita sudah menyaksikan permainan kedua petinju di atas ring, sudah memahami sedikit "pertarungan" mereka di luar ring dan dapat memberikan penilaian kendati bukan sebagai ahli dan semua orang pasti sesaat melupakan apa yang terjadi di balik layar sebelum mereka bertanding.  

Kedua petinju, yang jelas, memiliki kemampuan akurat untuk bertanding sekaligus memainkan irama dan tempo permainan untuk menyenangkan para penonton di seluruh dunia, sehingga laga berlangsung sampai 12 ronde.  

Mayweather mengindikasikan ia akan naik ring satu kali sebelum menggantung sarung tinjunya dan bisa saja mereka akan melakukan laga ulang, karena pertandingan Minggu lalu, kedua petinju itu tak ubahnya seperti sedang bermitra tanding.  

Laga tinju pro memiliki 1001 masalah di belakang layar, sehingga hasilnya di atas kanvas pun selalu seperti yang tidak diharapkan, karena mereka pun memiliki pameo bahwa tinju merupakan "the art of self defence" atau bahkan seni panggung.

Lahir pula pameo lain, kalau mau menyaksikan pertandingan yang sesungguhnya lihatlah laga UFC (ultimate fighting championship) yang berdarah-darah bahkan patah-patah.

Pewarta: A.R. Loebis

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015