Sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi otak (celebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat mempersoalkan penggunaan ganja, termasuk untuk tujuan medis, dapat terkena sanksi pidana ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang perdana yang digelar secara daring, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, para pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika mengatur golongan narkotika yang penggunanya akan dikenai sanksi pidana, sedangkan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika mengatur narkotika Golongan I, termasuk di dalamnya ganja, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Baca juga: Lima hektare ladang ganja di Sumut dimusnahkan Bareskrim Polri

Ibu dari pasien gangguan fungsi otak adalah Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayanti. Sedangkan lembaga yang turut menjadi pemohon adalah Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

Kuasa hukum para pemohon Erasmus Napitupulu mendalilkan norma dalam pasal yang dimohonkan untuk diujikan itu, menyebabkan ibu dari pasien gangguan fungsi otak tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan anaknya meski manfaat terapi ganja disebut memiliki manfaat untuk kesehatan.

Baca juga: Kementan mencabut penetapan ganja sebagai tanaman obat

"Adanya larangan tersebut telah secara jelas, menghalangi pemohon untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak pemohon," ujar Erasmus.

Untuk itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan dua pasal yang diujikan itu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Penetapan ganja sebagai daftar tanaman obat harus dikaji komprehensif

Pemohon pun mengusulkan agar narkotika Golongan I dimaknai sebagai narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan dan atau terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020