Jakarta, 30/3 (ANTARA) - Ketua Umum Partai Nasional Republik Jus Usman Sumagera menyatakan optimistis dapat menjadi alternatif ketika tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang ada saat ini menurun.

"Setelah 13 tahun era reformasi rakyat merasa kecewa, apa yang dulu diimpikan sejak awal reformasi untuk memperbaiki kondisi bangsa tidak terkabul, timbul kekecewaan terhadap pemerintah sekarang," katanya di Jakarta, Jumat.

Didampingi Wakil Ketua Umum H Iing Solihin Noorgiana, Bendahara Arief Juwanto, dan Wakil Sekjen Bidang Hankam Muhammad Banapon, ia menjelaskan memang ada beberapa kemajuan di bidang politik, yakni terjadi eforia.

Meski begitu, kata dia, ada kondisi kontraproduktif karena eforia itu, yakni elit politik terjebak pada masalah negatif sehigga timbul kekecewaan masyarakat terhada pemerintah saat ini.

"Karena mereka kecewa, kemudian merindukan masa lalu, dan (aspirasi) itu didukung oleh berbagai hasil lembaga survei," kata doktor ilmu ekonomi lulusan Universitas Padjajaran (Unpad) itu.

Ia kemudian merujuk pada hasil lembaga survei seperti Indo Barometer, LSI dan lainnya yang menyimpulkan bahwa untuk tingkat kekecawaan publik terhadap kondisi sekarang rata-rata di atas 60 persen, dan malahan ada yang mencapai 80 persen.

"(Kondisi) ini kemudian menjadi suatu potensi bagi Nasrep, karena rakyat tidak percaya lagi pada partai, dalam hal ini partai yang dimaksud adalah yang ada sekarang," katanya.

Menurut dia, karena sistem perpolitikan untuk membenahi bangsa harus melalui partai, maka pihaknya mendirikan partai baru sebagai alternatif.

"Dan kehadiran Nasrep adalah dalam rangka ingin merepsons publik yang sedang tidak percaya lagi pada kondisi sosial ekonomi saat ini. Jadi, kalau tidak ada (parpol) alternatif, bisa saja yang menang Pemilu nanti adalah Golput," katanya.

Diakuinya bahwa pada Pemilu 2009, yang menang adalah Golput, yakni mencapai 40 persen. "Meski masih di bawah 50 persen, tapi kalau tidak ada (parpol) alternatif, maka tidak mustahil Golput bisa mencapai 85 persen," tambahnya.

Ia mengatakan, mungkin karena ada momentum respons publik saat ini yang negatif terhadap kondisi yang ada, dalam survei yang ada Nasrep belum bergerak saja sudah mendapat suara 0,5 persen.

"Capaian suara 0,2 persen itu dari sebanyak 38 parpol yang disurvei. Artinya, partai ini memang riil ada 'isi' (pemilih)-nya, dan itu salah satu sinyal bahwa memang betul publik sudah tidak percaya lagi pada parpol yang ada sekarang," katanya menegaskan.

Jus Usman Sumanegara, yang sebelumnya adalah Sekjen Partai Hanura, kemudian menambahkan bahwa dari hasil survei juga menunjukkan bahwa hampir semua parpol besar sekarang mengalami penurunan, baik Demokrat, Golkar maupun PDIP.

Kondisi seperti itu, kata dia, yang membuat optimisme Nasrep menjadi partai alternatif.

Ia kemudian memberi contoh kehadiran partai baru lainnya seperti Nasional Demokrat (Nasdem), di mana dalam hitungan beberapa bulan saja, melalui survei capaiannya dapat mencapai lima persen.

Namun, kata dia, dalam debat antarpolitisi diperoleh wacana bahwa kalau Nasdem mendapat lima persen publik tidak kaget. "Karena (Nasdem) dengan dukungan media massa yang dimiliki 'mengudara' 24 jam," katanya.

"Tapi, Nasrep yang tidak pernah 'nongol' di media, tiba-tiba dapat 0,5 persen, dan masuk 11 besar 'kan mengejutkan," katanya.

Ia mengatakan, tentu kondisi itu merupakan dampak dari situasi masyarakat yang keewa dengan keadaan saat ini, sehingg mereka cari alternatif partai yang diharapan bisa membawa visi-misi lalu, khususnya pada era rezim Orde Baru.

    
                         Tidak membabi-buta
    Mengenai visi-misi masa lalu yang diusung, apalagi dengan menempatkan putra almarhum Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina, kata dia, Nasrep menyadari betul implikasi positif-negatifnya dalam.

"Sesuatu itu tidak ada yang sempurna, masa lalu biasa, yakni ada plus-minus, tentu yang akan kita lakukan yang positif (dari program Orde Baru), sedangkan yang negatif kita perbaiki, jadi kita tidak membabi buta," katanya.

Ia juga mengatakan bahwa di era Soeharto, sebenarnya proses demokrasi itu juga ada.

Menurut dia, demokrasi itu esensinya adalah "dari", "oleh", dan "untuk" rakyat.

Hanya saja, Soeharto dulu lebih menekankan pada "untuk" rakyatnya, sementara "dari"-nya, karena kondisi waktu itu, mungkin lebih mementingkan "untuk" rakyatnya lebih dulu, di mana yang penting rakyat kenyang dulu.

Karena itu, pada saat itu diakui "dari"-nya kurang, sehingga lebih banyak dari atas. "Tapi kondisi sekarang terbalik, 'dari'-nya kuat, tapi 'untuk'-nya kurang sehingga rakyat kecewa," katanya.

Untuk itu, kata dia, program yang bagus pada masa lalu akan dipakai, dan yang negatif dibuang.

Ia memberi contoh pada "untuk" rakyatnya, saat itu kehidupan petani dan nelayan dulu baik sehingga Indonesia bisa swasembada.

Demikian juga program kerakyatan seperti Puskesmas, kegiatan perempuan dalam PKK, dan lainnya, sementara saat ini program KB untuk pengendalian jumlah penduduk, fungsi BKKBN tidak dioptimalkan.

"Kondisi waktu itu lebih menekankan 'dari'-nya dulu tapi 'untuk'-nya kurang, sekarang 'dari'-nya sangat kuat, tapi 'untuk'-nya kurang, jadi kita ingin menyeimbangkan itu," katanya.

Ia juga memberi rujukan dalam masalah korupsi, di mana kalau dulu juga terjadi korupsi, tapi dibandingkan sekarang, korupsinya baik kualitas dan kuantitasnya disebutnta lebih luar biasa.

"Artinya masih bagus dulu, meski ada korupsi dari segi kualitas dulu 'nggak ada korupsi sistemik, tapi korupsi konvensional," katanya.

Nasrep, yang semula mundur dari proses verifikasi Kementerian Hukum dan HAM, akhirnya dinyatakan lolos setelah mengakuisisi Partai Nurani Umat (PNU) yang telah berbadan hukum sejak 2008, dan kemudian juga Partai Sarikat Indonesia (PSI).

Nama PNU lalu diubah menjadi Partai Nasional Republik, dan penggantian nama itu telah didaftarkan, dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 4 Januari 2012.

PSI adalah partai yang tidak lolos verifikasi pada Ppemilu 2009, tetapi PSI dan tiga partai peserta Pemilu 2004 lainnya menggugat ke Mahkamah Konstitusi.

PSI dan ketiga partai itu oleh MK kemudian disahkan sebagai peserta Pemilu 2009.

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menyatakan proses akuisisi Partai Nasional Republik dengan Partai Nurani Umat diperbolehkan dan tidak melanggar undang-undang.

 

Pewarta:

Editor : Budisantoso Budiman


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012