Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan keputusan Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengembalikan mahasiswanya bernama Frans Napitu kepada orangtuanya setelah sebelumnya melapor ke KPK terkait dugaan korupsi Rektor Unnes.
"KPK menyayangkan Rektor Unnes yang telah mengembalikan pembinaan mahasiswanya kepada orangtuanya kembali karena yang bersangkutan telah melaporkan rektornya ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menilai bahwa Frans Napitu mempunyai hak untuk melapor kepada KPK jika mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Hal tersebut, kata Ghufron, dilindungi oleh hukum sebagaimana Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Dewas KPK: Firli Bahuri-Karyoto tak langgar kode etik kasus OTT UNJ
"Secara jelas menegaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," ujar Ghufron.
Bahkan, lanjut dia, negara telah menyiapkan penghargaan atas pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut dengan landasan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Oleh karena itu, jika ada pihak PNS yang memberikan sanksi atas pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam berperan serta dalam pemberantasan korupsi hal tersebut sangat disayangkan," ucap Ghufron.
Baca juga: Dua kepala daerah akan ditahan KPK, ungkap Firli
Sebelumnya, Fakultas Hukum Unnes mengembalikan Frans Napitu kepada orangtuanya untuk mendapat pembinaan moral karakter.
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah di Semarang, Senin mengatakan bersamaan dengan keputusan itu, perguruan tinggi itu juga menunda seluruh kewajiban Frans Napitu sebagai mahasiswa Unnes untuk enam bulan ke depan.
"Surat pemberitahuan sudah kami kirimkan kepada orangtua yang bersangkutan melalui PT Pos serta pemberitahuan melalui Whatsapp," katanya.
Baca juga: Yuyuk Andriati Iskak ditunjuk sebagai Plh Kabiro Humas KPK
Dalam laporannya ke KPK, Frans Napitu menyebutkan ada beberapa komponen yang berkaitan dengan keuangan/anggaran yang dinilai janggal atau tidak wajar di Unnes sehingga memunculkan dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi yang didasarkan pada hasil observasi yang dilakukan olehnya.
Komponen yang dimaksud adalah keuangan yang bersumber dari mahasiswa maupun luar mahasiswa baik sebelum dan di tengah pandemi COVID-19.
Frans Napitu juga menegaskan tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan terlebih korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang dilakukan pada situasi bencana (pandemi COVI-19) dapat dikategorikan sebagai kejahatan berat.
Ancaman hukumannya adalah hukuman mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
"KPK menyayangkan Rektor Unnes yang telah mengembalikan pembinaan mahasiswanya kepada orangtuanya kembali karena yang bersangkutan telah melaporkan rektornya ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menilai bahwa Frans Napitu mempunyai hak untuk melapor kepada KPK jika mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Hal tersebut, kata Ghufron, dilindungi oleh hukum sebagaimana Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Dewas KPK: Firli Bahuri-Karyoto tak langgar kode etik kasus OTT UNJ
"Secara jelas menegaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," ujar Ghufron.
Bahkan, lanjut dia, negara telah menyiapkan penghargaan atas pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut dengan landasan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Oleh karena itu, jika ada pihak PNS yang memberikan sanksi atas pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam berperan serta dalam pemberantasan korupsi hal tersebut sangat disayangkan," ucap Ghufron.
Baca juga: Dua kepala daerah akan ditahan KPK, ungkap Firli
Sebelumnya, Fakultas Hukum Unnes mengembalikan Frans Napitu kepada orangtuanya untuk mendapat pembinaan moral karakter.
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah di Semarang, Senin mengatakan bersamaan dengan keputusan itu, perguruan tinggi itu juga menunda seluruh kewajiban Frans Napitu sebagai mahasiswa Unnes untuk enam bulan ke depan.
"Surat pemberitahuan sudah kami kirimkan kepada orangtua yang bersangkutan melalui PT Pos serta pemberitahuan melalui Whatsapp," katanya.
Baca juga: Yuyuk Andriati Iskak ditunjuk sebagai Plh Kabiro Humas KPK
Dalam laporannya ke KPK, Frans Napitu menyebutkan ada beberapa komponen yang berkaitan dengan keuangan/anggaran yang dinilai janggal atau tidak wajar di Unnes sehingga memunculkan dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi yang didasarkan pada hasil observasi yang dilakukan olehnya.
Komponen yang dimaksud adalah keuangan yang bersumber dari mahasiswa maupun luar mahasiswa baik sebelum dan di tengah pandemi COVID-19.
Frans Napitu juga menegaskan tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan terlebih korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang dilakukan pada situasi bencana (pandemi COVI-19) dapat dikategorikan sebagai kejahatan berat.
Ancaman hukumannya adalah hukuman mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020