Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan Indonesia tidak sedang mengalami gelombang panas sebagaimana informasi tersebut tersebar melalui media sosial dengan suhu siang hari mencapai 40 derajat Celcius.

BMKG melalui pernyataan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (14/11), menyebut berita yang beredar tersebut tidak tepat karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak tergolong sebagai gelombang panas.

Baca juga: BMKG ingatkan ada potensi hujan petir intensitas sedang Jumat siang

Dalam ilmu klimatologi, gelombang panas adalah periode cuaca atau suhu panas yang tidak wajar dan biasa berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih yang disertai kelembapan udara tinggi.

Suatu kawasan dianggap terkena gelombang panas jika mencatatkan suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik seperti melonjak lima derajat Celcius dibanding normal dan berlangsung selama lima hari atau lebih secara berturut-turut.

Baca juga: Puting beliung, warga Jateng Selatan diimbau waspada

Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas. Gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara menetap dalam beberapa hari.

Berdasarkan pantauan BMKG terhadap suhu maksimum di wilayah Indonesia, suhu tertinggi siang hari mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Tercatat suhu lebih dari 36 derajat Celcius di Bima, Sabu dan Sumbawa pada 12 November 2020.

Baca juga: BMKG: Meski kekuatannya kecil gempa di Sesar Garsela berpotensi sebabkan kerusakan

Suhu tertinggi pada hari itu tercatat di Bandara Sultan Muhammad Salahudin, Bima yaitu 37,2 derajat Celcius. Namun catatan suhu itu bukan merupakan penyimpangan besar dari rata-rata iklim suhu maksimum pada wilayah tersebut dan masih dalam ambang batas wajar.

Adapun sebab suhu tinggi beberapa waktu terakhir karena ada kedudukan semu gerak matahari yang tepat di atas Pulau Jawa dalam perjalannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator. Posisi semu itu membuat paparan cahaya matahari memicu peningkatan suhu. Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi dua kali yaitu pada November dan April.

Salah satu dampak dari kedudukan semu itu adalah kawasan Jawa dan NTT mengalami peningkata suhu tetapi tidak tergolong terkena gelombang panas.

Pewarta: Anom Prihantoro

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020