Pakar yang juga Guru Besar Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga IPB University Prof Dr Ir Euis Sunarti, M.Si menyatakan bahwa keberlangsungan ketahanan dan keberlanjutan dalam kehidupan keluarga membutuhkan harmonisasi maskulinitas dan feminitas.

"Keluarga bahagia merupakan impian setiap orang. Salah satu hal penting membangun kebahagiaan keluarga adalah memahami peran tugas dan fungsi setiap anggota keluarga, sesuai kedudukannya dalam keluarga yaitu orang tua atau anak. Tidak kalah penting nya adalah bagaimana mengharmonisasikan sifat maskuliitas dan feminitas  berdasarkan jenis kelamin anggota keluarga sehingga terwujud keluarga yang berketahanan," kata Prof. Euis Sunarti yang juga menjabat Ketua Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia dalam keterangan yang diterima, Minggu.

Baca juga: Euis Sunarti: Adanya kritik tentang RUU Ketahanan Keluarga, karena banyak salah mengerti

Oleh sebab itu, Rumah Hikmah Giga sebagai gugus tugas GiGa yang memfokuskan pada kajian-kajian ketahanan keluarga menghadirkan kajian online seri 2 bertemakan “Feminitas dan Maskulinitas Harmonisasi dalam Keberfungsian Keluarga” yang disampaikan oleh Prof. Ir. Dr Euis Sunarti, M.Si, Ketua GiGa Indonesia dan Guru Besar Ketahanan Keluarga IPB University. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Jumat, 16 Oktober 2020 yang dihadiri kurang lebih 500 orang dari berbagai macam organisasi/lembaga dan mahasiswa dari beberapa universitas.

Pada kesempatan tersebut, Prof Euis menyampaikan tentang prasyarat agar keluarga dapat memenuhi tugas perkembangannya serta mengelola kerentanan, dan mencegah potensi krisis keluarga. Oleh sebab itu, adanya kepala keluarga merupakan sistem hirarkis yang menjadi suatu keharusan.  

Baca juga: Tentang Ketahanan Keluarga, Ini Kata Akademisi

Terkait kualitas feminitas dan maskulinitas, Prof Euis menambahkan bahwa keberlangsungan dan keberlanjutan dalam kehidupan keluarga membutuhkan kualitas feminitas dan maskulinitas. Keduanya merupakan satu kesatuan yang dibutuhkan untuk terjadinya harmonisasi,  saling melengkapi dan menguatkan. 

Jadi, peran suami dengan maskulinitasnya dan peran istri dengan feminitasnya tidak bisa dibagi rata tetapi diharmonisasikan

Kenyataanya, pada beberapa negara seperti Swedia, setelah 30 tahun berlangsungnya eksperimen sosial yang bertujuan merestrukturisasi keluarga dengan menghilangkan nature feminine, telah terbukti gagal. 

Baca juga: Guru Besar IPB: Menjaga Ketahanan Keluarga Dengan Memahami Arti Keluarga

Fakta menunjukkan bahwa kesetaraan gender yang mendorong tercapainya pembagian peran yang sama rata dalam keluarga (50/50) sebenarnya tidak pernah tercapai. 

Pada kesempatan tersebut Prof.Euis mengingatkan kita kembali bahwa keluarga merupakan pondasi utama di dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi pada keluarga baik bersumber dari dalam maupun di luar sistem keluarga, akan memengaruhi kondisi keluarga. Oleh sebab itu, keluarga harus memiliki ketahanan melalui harmonisasi kualitas feminitas dan maskulinitas.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020