Bogor, (Antaranews Bogor) - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, Jawa Barat Agus Chandrabayu mengatakan pengusaha hotel terancam gulung tikar dengan adanya kebijakan pemerintah melarang PNS rapat di hotel.

"Saat ini sudah terasa, sampai Desember aktivitas di hotel khususnya di kawasan Puncak sudah sepi, belum ada kegiatan baik rapat maupun seminar," kata Agus kepada Antara di Bogor, Jumat.

Sejak diterbitkannya surat edara Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Revormasi Birokrasi, imbasnya telah dirasakan oleh sejumlah pengusaha hotel. Beberapa pemesanan hotel dari sejumlah instansi pemerintah mulai dibatalkan, pengusaha hotel kehilangan gairah berusaha, katanya.

"Dampaknya terasa luar biasa," kata Agus.

Agus menjelaskan, tingkat kunjungan dan hunian kamar atau okupansi hotel mulai berkurang terutama di kawasan Puncak.

Kondisi tersebut lambat laun akan membuat sejumlah hotel terutama yang tingkat menengah akan gulung tikar. Karena tidak mampu menutupi biaya operasional dengan rendahnya pendapatan, katanya.

"Dampaknya pasti ada, pengurangan tenaga kerja karena pendapatan hotel berkurang, dan yang pasti akan ada kredit macet. Karena hampir semua hotel memiliki hutang kepada bank, dengan berkurangnya pendapatan otomatis kesulitan untuk membayar," kata Agus.

Ia mengatakan, terdapat sekitar 600 hotel di wilayah Kabupaten Bogor, dari jumlah tersebut sebanyak 300 hotel tergabung dalam PHRI.

Dari 600 hotel tersebut, rata-rata 60 persen tingkat kunjungan dan hunian hotel berasal dari kegiatan pemerintahan, mulai dari rapat hingga seminar.

"Bukan kami menyerap dana APBN dengan menampung kegiatan pemerintahan, tetapi pengusaha hotel mengambil segmen tersebut karena kebutuhannya banyak," ujar Agus.

PHRI Kabupaten Bogor, lanjut Agus telah melakukan sejumlah audiensi baik dengan Pemerintah Daerah maupun PHRI Jawa Barat untuk menindaklanjuti surat edaran larangan rapat di hotel.

"Saat ini kami masih menunggu hasil pertemuan PHRI Jawa Barat bersama PHRI pusat yang berkonsultasi dengan Kementerian Pariwisata untuk membahas tindak lanjut dengan adanya kebijakan ini, Senin besok sudah ada hasil pembicaraannya," kata Agus.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Revormasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menegaskan bahwa surat edaran larangan rapat di hotel berlaku mulai 1 Desember mendatang.

Kementerian masih mentoleransi bila, sampai akhir November sudah ada sejumlah instansi pemerintahan yang memesan hotel untuk berkegiatan.

"Dari sekarang sampai akhir bulan masih ditoleransilah barangkali ada instansi yang sudah terlanjur memesan hotel, membayar uang muka jangan sampai merugikan pihak ke tiga (hotel-red)," kata Yuddy.

Terkait penolakan PHRI atas kebijakan tersebut, Menteri memita pengusaha hotel untuk kreatif melanjutkan usahanya.

Hotel dibangun sebagai bagian dari menggerakan ekonomi dari sektor pariwisata. "Tidak bertujuan menampung uang APBN. Jadi salah kalau 80 persen akupansi hotel dari kegiatan pemerintahan, jadi kreatiflah cara berfikirnya," kata Menteri saat menghadiri peluncuran Kampung Bambu Terpadu, di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/11) kemarin.

Menpan menjelaskan, larangan rapat di hotel bagi seluruh pejabat pemerintahan di daerah akan berlaku mulai 1 Desember. Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran Menpan RB Nomor 10 Tahun 2014.

Menurut Menpan, larangan rapat di hotel merupakan salah satu upaya melakukan efisiensi anggaran pemerintah. Dan merupkan tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pemborosan nasional.

"Kebijakan ini sudah mendapat persetujuan dari DPR RI, karena ini sebagai langkah menghemat anggaran negara," kata Yuddy.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014