Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, bekerja sama dengan Bangkit Jiwa membangun sistem keterpaduan yang lebih kuat dari berbagai pihak, dalam rangka membantu orang yang mengalami sakit mental, bersama keluarganya.

Ketua Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM Carla R. Marchira di Kulon Progo, Selasa, mengatakan banyak keluarga yang dapat jatuh miskin dengan adanya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

"Penderita yang tidak bisa produktif kehilangan mata pencaharian, keluarga penderita juga harus meluangkan waktu untuk merawat dan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengobatinya," kata Carla.

Persoalan lain, lanjut Carla, sumberdaya di kesehatan jiwa seperti psikiater, petugas sosial juga sangat terbatas, sehingga perlu kolaborasi, membuat sistem yang lebih besar lagi, lebih baik lagi, dengan berbagai pihak, dan masyarakat.

"Salah satunya mengintegrasikan penanganan kesehatan mental jiwa di puskesmas, dengan penguatan untuk kesehatan jiwa di puskesmas. Semua pihak juga harus membantu ODGJ dengan berobat, dan proses penanganannya, sehingga ODGJ bersama dengan keluarga itu, bisa bangkit juga," katanya.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kulon Progo Baning Rahayujati mengatakan hasil riset kesehatan dasar menunjukkan bahwa masalah ODGJ tertinggi itu ada di DIY, dan di DIY tertinggi di Kulon Progo, sehingga membutuhkan usaha yang cukup keras untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa ini.

"Pemerintah Kulon Progo melalui Dinas Kesehatan dan puskesmas, dan rumah sakit memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat, sehingga salah satu dari masalah di Kulon Progo tentang kesehatan jiwa nanti bisa teratasi," kata Baning.

Ia mengatakan gangguan jiwa itu bisa dikenali lebih awal. Sehingga tidak masuk ke gangguan jiwa seterusnya. Kalau sejak awal sudah dikenali, sehingga mereka bisa melakukan, masyarakat dengan dibantu oleh tim puskesmas bisa melakukan upaya pencegahan, sehingga ini nanti bisa bekerja, kemudian bisa produktif, dan tidak menjadi masalah.

"Untuk yang sudah menderita itu bagaimana masyarakat tidak menstigma tetapi bagaimana mengajak ODGJ ini kembali ke lingkungannya keluarganya dan bisa aktif dan produktif, sehingga dia tidak lagi dikucilkan di masyarakat," harapnya.

Baning mengatakan tanda-tanda yang paling sering terjadi pada anak-anak dimulai dari menyendiri, kemudian dia tidak suka bergaul dengan teman-temannya, kemudian dia murung, itu harusnya sudah bisa dikenali.

"Kita termasuk dengan tim ini anak mencoba masuk ke sekolah bagaimana mereka mengenali apakah mereka berada pada posisi yang risiko untuk terjadinya gangguan jiwa atau tidak," kata Baning.

Baca juga: Rasa Sejiwa terobosan layanan kesehatan bagi pasien jiwa di Padang

Baca juga: Komunitas Sahitya: stop stigma orang dengan gangguan jiwa

 

Pewarta: Sutarmi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019