Ini harus dihentikan karena membahayakan
Surabaya (ANTARA) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya meminta PT. PP Properti Indonesia menghentikan pembangunan basemen dan tujuh tower apartemen Grand Dharmahusada Lagoon (GDL) karena dianggap menjadi penyebab retaknya ratusan rumah warga di perumahan Dharmahusada Mas, Mulyosari, Kota Surabaya, Jawa Timur.

"PT. PP Properti Indonesia selaku kontraktor pelaksana proyek harus menghentikan kegiatan pembangunan basemen dan tujuh tower di sana. Jika tidak segera dihentikan maka akan memperparah ratusan bangunan disana dan akan mengancam keselamatan jiwa penghuninya," kata anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey di Surabaya, Senin.

Menurut dia, kualitas tanah di kawasan tersebut tidak memungkinkan untuk membangun basemen 3 lantai dan 7 tower kecuali ada perlakuan khusus yang memungkinkan untuk dibangun dan itupun harus melalui sebuah kajian yang benar agar tidak mengancam keselamatan penghuni.

"Lihat saja baru bangun 1 tower sudah seperti itu kondisi rumah banyak yang retak, belum lagi dibangun 7 tower. Ini harus dihentikan karena membahayakan," ujarnya.

Terkait ratusan rumah yang retak, menurut Awey, sesuai UU maupun perda yang ada, maka pihak kontraktor wajib mengembalikan ganti rugi atas seluruh kerusakan yang ada akibat dugaan pembangunan tower.

"Mutlak mengembalikannya 100 persen tidak dapat ditawar," kata politikus Partai NasDem ini.

Untuk itu, kata dia, pihaknya berharap warga tidak perlu takut untuk melaporkannya kepada dinas terkait maupun aparatur penegak hukum lainnya dikarenakan pembangunan yang ada dapat berpotensii mengancam keselamatan jiwa penghuni rumah.

"Perlu diambil tindakan antisipatif lainnya sebelum hal hal buruk setiap saat yang menimpa ratusan penghuni di sana," katanya.

Apabila ada pihak-pihak yang kurang bersahabat mengancam hak warga untuk melaporkan atau mempermasalahkannya maka warga dapat melaporkannya kepada Komisi C DPRD Surabaya.

"Kami akan kawal haknya warga untuk memperoleh keadilan serta kenyamanan menempati rumahnya," ujarnya.

Hal sama juga dikatakan Ketua Komisi D DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri. Menurutnya, ada hal mendasar yang harus menjadi tanggung jawab bersama antara pihak pelaksana proyek dengan instansi pemerintahan yang terkait.

"Kalau sudah seperti itu, kajianya pasti keliru. Makanya kita akan respons kasus ini," katanya.

Seharusnya, kata dia, dalam membuat kajian benar-benar dihitung mengenai kemungkinan dampak getaran yang terjadi akibat pembangunan gedung tersebut. "Kan biasanya kalau masang paku bumi atau tiang pancang ada perhitungannya, seberapa besar getaran yang terjadi, dan seberapa besar dampaknya terhadap bangunan di sekitarnya. Kalau kemudian menimbulkan kerusakan ya keliru berarti kajiannya," kata dia.

Project Direktur Grand Dharmahusada Langoon sekaligus perwakilan PT. PP Properti Indonesia, Nurjaman sebelumnya mengakui pihaknya telah menerima 200 pengaduan warga perumahan Dharmahusada Mas terkait rumah mereka yang retak akibat pembangunan apartemen.

Menurut dia, bahwa untuk jumlah sekitar 200 unit rumah tersebut masih berupa data aduan yang masuk ke pihaknya. "Angka itu masih belum kami tinjau di lapangan. Itu masih berupa aduan ke kami," katanya.

Saat ditanya dari 200 aduan tersebut berapa yang sudah mendapat kompensasi, Nurjaman enggan menjelaskannya dengan detail. Menurutnya tidak semua permohonan dari warga itu penuhi karena pihaknya harus melakukan kajian dengan meilibatkan tim ahli bangunan.

Namun demikian, lanjut dia, pihaknya mengaku sudah melakukan langkah kooperatif atas adanya aduan dari warga perumahan Dharmahusada Mas dengan melakukan pertemuan dengan warga setempat.

Baca juga: Anggota DPRD Surabaya soroti retaknya ratusan rumah mewah
Baca juga: Gedung Rumah Sakit Unram retak akibat gempa

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019