Bogor (ANTARA) - Mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram Baiq Nuril Maknun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah memberikan amnesti untuk dirinya yang divonis enam bulan penjara dan denda Rp500 juta dalam kasus pelanggaran UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

"Saya cuma bisa bilang terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Presiden yang dengan semang hati beliau mau menerima saya di Istana Bogor ini, dan saya sangat bangga punya Presiden seperti bapak Jokowi," kata Baiq Nuril seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat.

Baiq Nuril pada hari ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Baiq Nuril lalu menerima salinan Keputusan Presiden RI No 24 tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 29 Juli 2019 yang diserahkan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

"Ini surat, surat ini kalau bisa saya mau bingkai dengan bingkai emas, saya mau pajang, ini adalah surat paling berharga dalam hidup saya," kata Nuril dengan menahan tangis seusai pertemuan tertutup sambil menunjukkan map merah berisi salinan keppres tersebut kepada wartawan.

Ia pun mengaku hanya rakyat biasa yang punya impian untuk bisa menginjakkan kaki di istana presiden.

"Karena saya cuma rakyat biasa dan saya berpesan, saya dulu punya cita cita, kapan ya saya masuk ke istana seindah ini? Bahkan saya punya mimpi dulu, dan saya berpesan jangan takut untuk bermimpi, jangan takut untuk menggapai cita-cita, mudah-mudahan, ternyata apa yang saya impikan alhamdulillah hari ini terkabul," ungkap Nuril.

Selain Presiden Joko Widodo, ada sejumlah pihak juga yang diberikan ucapan terima kasih oleh Nuril.

"Satu lagi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rieke Dyah Pitaloka, semua anggota DPR RI, semua penasihat hukum, pengacara-pengacara saya, semua lembaga. Amnesty International, "SaveNuril", "SaveITE", "SaveNet", dan Pak Yasonna Laoly mohon maaf saya tidak bisa menyebutkan satu per satu teman-teman yang selama ini selalu membantu saya dan mudah-mudahan Allah yang membalas semua kebaikan," tambah Nuril.

Pada Kamis (25/7) rapat paripurna DPR sudah mengambil keputusan untuk menyetujui pertimbangan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, setelah mendengarkan penjelasan Komisi III DPR.

Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMU 7 Mataram Haji Muslim. Perbuatan Baiq dinilai membuat keluarga besar Haji Muslim malu.

Saat Baiq Nuril mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019 namun PK itu juga ditolak.

Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atas Baiq Nuril tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku. Baiq Nuril dan pengacaranya pun lalu memohonkan amnesti dari Presiden Joko Widodo.

Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Mus.

Mus sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.

Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Mus melaporkannya ke penegak hukum.

Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan ia tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.

Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur "tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik" tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019