Makassar (ANTARA) - Masih jelas teringat ketika masa di bangku sekolah dasar, salah satu mata pelajaran yakni Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menjelaskan bahwa Koperasi adalah usaha bersama dengan berdasarkan atas kekeluargaan dan yang berjasa menggagas dan menumbuhkan koperasi di Indonesia adalah Wakil Presiden I Republik Indonesia Dr Drs H Mohammad Hatta.

Kehadiran koperasi pada awal kemerdekaan RI, selain sebagai wadah untuk memupuk kebersamaan dan kegotongroyongan, sekaligus membendung kapitalisme dari pihak yang membonceng sekutu dan tinggal bermukim di tanah air setelah kemerdekaan.

Berkaitan dengan hal itu, koperasi yang bernafaskan nilai Pancasila, khususnya sila keempat, menjadi pondasi yang kuat menumbuhkan koperasi dari tahun ke tahun pada era Oder Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Sebagai penyemangat bagi anggota koperasi yang notabene kebanyakan dari kalangan petani dan nelayan ini, maka dibuatlah program "Kelompencapir" atau kelompok pendengar, pembicara dan pemirsa yang diprakarsai oleh pemerintah melalui Menteri Penerangan yang ketika itu dijabat oleh Harmoko.

Saat itulah, masa keemasan koperasi berikut para pengelolanya, karena sosialisasi koperasi hingga ke pelosok dan setiap sepekan diadakan lomba kelompencapir mulai dari tingkat dusun, desa, kelurahan, kecamatan, hingga nasional, semua akan setia di depan televisi menunggu kelompencar andalannya.

Kini, di zaman revolusi teknologi 4.0 atau diisitilahkan zaman millenial, tak ada lagi sekelompok orang di depan televisi menunggu program Kelompencapir seperti kala Orde Baru, tapi yang ada sekelompok anak remaja hingga dewasa menonton acara vaforitnya misalnya The voice Indonesia, Indonesia Idol dan Dangdut Academy.

Perubahan selera tontonan yang nota bene bersumber dari pengaruh gaya hidup, telah menjauhkan koperasi sebagai soko perekonomian Indonesia.

Pasalnya koperasi yang biasanya identik menjual sembako kebutuhan masyarakat, sudah diambil alih fungsinya oleh keberadaan toko-toko swalayan baik di kota maupun di daerah.

Kalau pun masih ada koperasi yang eksis di lapangan, itu kebanyakan adalah koperasi simpan pinjam, koperasi pertanian, koperasi perikanan, koperasi sekolah dan perkantoran.

Kelima jenis koperasi tersebut boleh jadi masih bertahan, karena ada legalitas yang mengatur dan keharusan anggotanya untuk tetap berada di dalam wadah itu.

Tantangan lainnya, karena kebutuhan untuk layanan tertentu dinilai sudah tidak sejalan dengan tuntutan dari pengaruh revolusi teknologi Industri 4.0.

Kondisi itu sejalan dengan penyataan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sulawesi Selatan, Abdul Malik Faisal bahwa di lapangan koperasi masih kesulitan dalam meningkatkan kapasitas usaha maupun pengembangan lantaran terbentur kompetensi yang sangat terbatas.

Akibatnya, koperasi maupun UMKM di provinsi tersebut cenderung belum bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian.

Karena itu, tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh pelaku koperasi dan UMKM di Sulawesi Selatan agar memiliki daya tumbuh kembang melalui serangkaian dorongan maupun sinergi yang berorientasi pada penguatan kapasitas hingga kompetensi dalam berbagai aspek.

Salah satu upaya mengatasi persoalan itu, pihak Dinas Koperasi dan UMKM Sulawesi Selatan terus dorong pelaku koperasi maupun calon anggota dengan memberikan bimbingan teknis secara berkala bagi pelaku koperasi dan UMKM.

Tujuannya tak lain agar kualitas maupun kompetensi SDM lebih meningkat dalam mengotimalkan potensi yang bisa digarap oleh segmen tersebut.

Jumlah koperasi dan UMKM di Sulawesi Selatan terbilang sangat banyak tetapi tidak sejalan dengan kualitasnya.

Upaya lainnya dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan melalui Dinas Koperasi dan UKM dengan terus berupaya mencetak wirausahawan atau entrepeneur baru, sebagai penggerak perekonomian di provinsi tersebut.

Salah satunya dengan menyasar mahasiswa perguruan tinggi, dengan memberikan program-program pelatihan.

Tahun melalui program Kementerian Koperasi dan UKM RI, Diskop dan UKM Sulsel menyertakan mahasiswa dari empat universitas, sebagai pilot project dalam menciptakan wirausahawan muda.

Termasuk melalui Kementerian Koperasi dan UKM RI, tahun ini telah mencanangkan Gerakan Mahasiswa Pengusaha, dan sudah bekerja sama dengan 59 universitas di 9 provinsi di Indonesia, salah satunya universitas di Sulsel.

Adapun empat universitas yang menjadi pilot project di Sulawesi Selatan, yakni Universitas Muslim Indonesia (UMI), Universitas Muhammadiyah (Unismuh), STIE Amkop, dan STIE Nobel.

Alasan menyasar perguruan tinggi swasta, karena perguruan tinggi negeri telah memiliki ruang sendiri untuk pelatihan seperti ini. Melalui kegiatan tersebut generasi era milenial ini diberi pemahaman tentang kinerja koperasi maupun Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang relatif masih tertinggal seiring dengan lemahnya manajemen, penguasaan teknologi dan pemasaran serta rendahnya kompetensi kewirausahaan hingga akses ke berbagai sumberdaya produktif.

Fenomena sejumlah kekurangan dan tantangan yang dihadapi oleh koperasi di Sulawesi Selatan.  Pada 2018 tercatat sebanyak 1.318 koperasi yang tidak aktif di provinsi ini telah resmi dibubarkan, karena tidak pernah melakukan kegiatan Rapat Anggaran Tahunan (RAT) dan aktivitas keseharian.

Dengan pembubaran 1.318 koperasi tersebut, masih ada sekitar 7000-an koperasi yang di Sulawesi Selatan yang masih akan ditelusuri administrasinya.

Nampaknya koperasi di Indonesia pun masih menunggu genderang kebangkitan kembali koperasi menjadi soko perekonomian.
 

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019