Jakarta (ANTARA) - Pemungutan suara pada Pemilihan Presiden-Wakil Presiden serta Pemilihan anggota DPD RI, DPR RI, DPRD provinsi, kota serta kabupaten pada 17 April 2019 telah selesai dengan baik dan lancar. Namun demikian, proses Pemilu 2019 ternyata masih menyisakan persoalan memanasnya suhu politik di tengah masyarakat.

Calon presiden dengan nomot urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin oleh berbagai lembaga survei telah "dinyatakan" sebagai pemenang karena berhasil merebut suara sekitar 54,5 persen. Sementara itu, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto bersama cawapres Sandiaga Salahuddin Uno meraih suara 45,4 persen. Jumlah pemilih diperkirakan sekitar 190-192 juta orang.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dijadwalkan akan mulai melakukan penghitungan rekapitulasi suara tingkat nasional pada tanggal 25 April hingga 22 Mei mendatang. KPU harus mengumpulkan dan menghitung surat suara secara berjenjang atau bertahap mulai dari tahapan di kelurahan, kecamatan, kota dan kabupaten, provinsi hingga nasional karena jumlah tempat pemungutan suara di Tanah Air lebih dari 800.000 TPS. Sementara tu, jumlah petugas di seluruh Indonesia sedikitnya tujuh juta orang.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saja mengerahkan kurang lebih 270.000 prajuritnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Sementara itu, Tentara Nasional Indonesia menyiapkan 200.000-250.000 tentara guna mendampingi jajaran Polri. Jadi dapat dibayangkan betapa repot atau ribetnya menyelenggarakan pesta demokrasi lima tahunan ini.

Selain Pilpres, KPU juga mempersiapkan pemilihan calon anggota legislatif mulai dari tingkat nasional hingga kabupaten dan kota. Dengan 34 provinsi, serta 514 kota dan kabupaten maka dapat dibayangkan sangat repotnya petugas KPU untuk menyukseskan acara yang harus terselenggara dengan jujur dan adil serta langsung, umum, bebas dan rahasia.

Proses kampanye yang berlangsung kurang lebih delapan bulan tidak hanya memakan waktu, tenaga dan biaya tapi juga konsentrasi. Jadi tak heran jika pasangan Jokowi-Ma’ruf serta Prabowo- Sandiaga harus mengelilingi ke-34 provinsi di seluruh Tanah Air, Kedua pasangan ini harus "jual kecap" tentang visi dan misi mereka selama lima tahun mendatang serta program kerjanya masing- masing.

Jadi dapat dibayangkan betapa repotnya pasangan capres dan cawapres ini harus keliling Negara Kesatuan Republik Indonesia supaya terpilih sebagai pemimpn eksekutif mulai 20 Oktober 2019 hingga Oktober 2024. Mereka harus mengajak para "punggawanya" sebagai tim sukses.

Walaupun pengumuman hasil survei segelintir lembaga survei sudah "bocor" di tengah masyarakat, sudah bisa diperkirakan siapa pemenang kontestasi ini. Karena itu adalah kompetisi dan bukannya konflik maka prinsip "Siap Menang, Siap Kalah" harus dipegang teguh.

Karena pertandingan sudah tinggal menunggu pengumuman resmi pemenangnya maka suasana di Tanah Air harus benar- benar kembali pulih alias normal.

Turunkan tensi

Joko Widodo telah mengungkapkan bahwa dia sudah mengirimkan seorang utusannya kepada Prabowo Subianto untuk mengadakan pertemuan sehingga belum bisa dinyatakan secara jelas kapan dan di mana Jokowi- Prabowo harus bertemu.

Akan tetapi masyarakat tentu sangat mendambakan jika kedua tokoh nasional ini bertemu maka tensi atau ketegangan politik bakal sedikitnya mereda atau jika mungkin hilang. Selama terbuka masa kampanye terbuka berlangsung, maka harus diakui bahwa baik secara terbuka maupun tertutup kedua pihak telah saling menyinggung, saling menghina dan perbuatan-perbuatan lainnya.

Para simpatisan dan pendukunglah yang paling sering menghujat atau sedikitnya menyindir. Akan tetapi karena masa kampanye telah bubar maka sangat pantas kedua pihak berbaikan bahkan rujuk kembali.

Joko Widodo dan Ma’ruf Amin serta Prabowo Subianto dengan pendampingnya Sandiaga Salahudin Uno secara sadar dan sistematis harus mengurangi tensi alias ketegangan terutama di kalangan para pendukungnya. Suasana kehidupan sehari- hari yang biasanya tenang alias normal tiba- tiba tegang atau memanas.

Dengan mudah masyarakat bisa melihat ataupun merasakan bahwa karena kedua calon presiden dan wakil presiden ini amat "hobi" mengunjungi pondok-pondok pesantren, maka kemudian muncul istilah bahwa pesantren A menjadi pendukung fanatis pasangan nomor urut 01 atau sebaliknya pesantren B merupakan pembela pasangan dengan nomor urut 02, Karena Pilpres telah selesai maka pesantren- pesantren tersebut harus rujuk kembali.

Karena Jokowi pernah berulang kali menegaskan bahwa mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI-Angkatan Darat (Pangkostrad) itu adalah sahabatnya dan juga demikian sebaliknya, Prabowo telah mengeluarkan pernyataan yang serupa maka rakyat tentu sangat berharap kedua tokoh ini segera bertemu.

Karena KPU tidak lama lagi akan mengumumkan nama presiden lima tahun mendatang maka tentu peristiwa rujuknya Jokowi- Prabowo akan menjadi kenyataan yang bersejarah. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua anak buah Jokowi maupun Prabowo juga sudah siap rujuk kembali demi mengurangi atau bahkan menghilangkan tensi alias ketegangan di seluruh Tanah Air?

Apabila Jokowi- Prabowo akhirnya bertemu dan benar- benar mengakui 100 persen pengumuman KPU maka ketegangan hampir bisa dipastikan bakal langsung hilang.

Rakyat Indonesia yang jumlahnya kini sedikitnya 262 juta jiwa pasti menginginkan presiden mendatang adalah orang yang benar- benar bakal mengabdikan 100 persen jiwa dan raganya demi bangsa dan negaranya, dan bukan sebaliknya kepada partai politik yang membesarkan dirinya dan juga simpatisannya.

Presiden dan wakil presiden mendatang tidak boleh hanya berambisi mencari gaji atau upah dari jabatannya yang tinggi itu. Kepala Negara mendatang harus menjadi pemimpin yang benar- benar mencintai rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bukan sebaliknya harus mengabdi kepada RI-1 dan RI-2.

Jadi rakyat untuk jangka pendek ini tentu berhak mendambakan bertemuan kedua pasangan Joko Widodo- Ma’ruf Amin dan juga Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno untuk menghapuskan tensi atau ketegangan di antara kedua pihak.

Setelah presiden baru dilantik pada Oktober mendatang, maka kedua pasangan ini harus tetap bekerja sama hanya demi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia selama sedikitnya lima tahun mendatang.

Seluruh rakyat Indonesia berharap, Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga Uno menujukkan sikap kenegarawanan dengan mengutamakan kepentingan rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.

*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN Antara periode 1982-2018, pernah meliput acara kepresidenan tahun 1982-2009
 

Copyright © ANTARA 2019