Makassar (ANTARA) - Dua terdakwa pembunuhan berencana pembakaran satu keluarga di jalan Tinumbu Lorong 166B, RT 3, RW 2, Kelurahan Panampu, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Agustus lalu akhirnya divonis hukuman mati.

"Menyatakan terdakwa 1, Muhammad Ilham Agsari alias Ilho dan terdakwa 2, Sulkifli Amir alias Ramma telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan unsur kesengajaan, maka dijatuhkan hukuman kepada dua terdakwa masing-masing hukuman mati," tegas Ketua Majelis Hakim Supriyadi di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.

Dalam persidangan tersebut majelis hakim menyatakan dua terdakwa terbukti secara sah dan sadar melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sesuai dengan pasal pasal 340 KUHP, juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Putusan itu tidak ada hal yang meringankan kepada kedua terdakwa, sebagaimana diatur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada saat pembacaan dakwaan sidang lalu.

Setelah putusan dibacakan, para keluarga korban langsung riuh serta mengucapkan rasa syukur atas hukuman yang dijatuhkan kepada dua terdakwa setimpal dengan perbuatannya.

Kedua terdakwa saat itu mendengar putusan hakim langsung tertunduk lesu dan bahkan terdakwa Ramma terlihat menangis menyesali perbuatannya.

Usai pembacaan vonis, terdakwa dibawa keluar ruangan dengan mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian yang sudah berjaga-jaga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat ada puluhan keluarga korban memadati ruang sidang utama.

Pihak keluarga korban usai sidang meluapkan rasa syukur atas putusan tersebut karena sebelumnya mereka berharap majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati.

"Kami sangat bersyukur hukuman yang dijatuhkan setimpal dengan perbuatannya tega membakar orang tua, anak dan kemanakan kami dengan sengaja. Hukuman itu pantas didapatkan para terdakwa," papar H Amiruddin orang tua korban Fahri dengan rasa haru bahagia.

Sebelumnya, saat sidang pembacaan pledoi terdakwa Ilham meminta agar hukumannya diringankan karena masih mempunyai keluarga untuk dinafkahi.

"Saya minta keringanan hukuman yang mulia, karena saya masih punya anak dan istri," ucapnya saat menjawab pertanyaan Majelis Hakim di ruang sidang .

Terdakwa Sulkifli pada kesempatan itu juga memohon agar diberikan keringanan hukuman karena mau membahagiakan kedua orangtuanya. "Saya belum membahagiakan orang tua saya pak hakim, minta diberikan keringanan," katanya sambil tertunduk.

Kejadian pembakaran satu keluarga ini terjadi di jalan Tinumbu Lorong 166B, Kecamatan Tallo, Makassar, pada 6 Agustus 2018. Korbannya bernama H Sanusi (70), Bondeng (65), Musdalifah (40), Ahmad Fahri alias Desta (24), Namira Ramadina (21) dan Hijaz (2,5).

Polisi berhasil menangkap pelaku dan menetapkan lima orang sebagai tersangka dan mereka menjalani pemeriksaan. Namun belakangan, polisi menganulir tiga tersangka kemudian menjadikan mereka saksi. Dua tersangka Ilho dan Ramma kemudian menjadi terdakwa.

Sementara otak dari pembakaran rumah koran juga sekaligus bandar narkoba berjaringan internasional Akbar Ampuh yang kala itu masih menjalani hukuman di Lapas Klas I Gunung Sari Makassar ikut ditetapkan sebagai tersangka.

Tetapi yang bersangkutan saat menjalani proses hukum, dikabarkan bunuh diri di Lapas setempat dengan alasan depresi, namun tidak ada data dan fakta kuat mendukung itu sehingga penyebab kematiannya menjadi misteri.

Motif terdakwa membakar rumah korban diduga utang narkoba. Fahri alias Desta salah satu korban dari enam orang tewas terpanggang dirumah itu diduga berutang narkoba sembilan paket narkoba Sabu dengan nilai sebesar Rp10 juta kepada Akbar Ampuh.

Karena terus menghindar saat ditagih setoran, Akbar Ampuh selanjutnya memerintahkan dua terdakwa Ilho dan Ramma menagih utang sampai akhirnya terjadi perbuatan tersebut membakar rumah kakek Fahri, H Sanusi pada 6 Agustus 2018, dini hari.
 

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019