Jakarta (ANTARA) - Facebook pada Jumat (29/3), mengatakan sedang memperketat aturan layanan video streaming setelah platform media sosial populer itu digunakan secara live oleh pelaku serangan di Christchurch, Selandia Baru.

"Banyak orang mempertanyakan bagaimana platform online seperti Facebook digunakan untuk mengedarkan video mengerikan tentang serangan itu," kata chief operating officer Sheryl Sandberg, dilansir AFP.

"Setelah serangan teroris, kami mengambil tiga langkah: memperkuat aturan untuk menggunakan Facebook Live, mengambil langkah lebih lanjut untuk mengatasi unggahan kebencian dalam platform kami, dan mendukung komunitas Selandia Baru," tambahnya.

Facebook juga mencari cara agar orang-orang yang pernah melanggar standar komunitas jejaring sosial layanan streaming, tidak bisa lagi menggunakan layanan itu, kata Sandberg.

Jejaring sosial itu juga berinvestasi dalam meningkatkan kemampuan perangkat lunaknya agar mampu mengidentifikasi dan mencegah masuknya video maupun gambar yang mengandung unsur kekerasan.

"Saat video serangan Selandia Baru dibagikan secara langsung, kami tahu bahwa video itu menyebar terutama melalui orang-orang yang membagikan ulang dan mengeditnya kembali untuk membuat sistem kami lebih sulit untuk memblokirnya," kata Sandberg.

"Orang-orang dengan niat buruk akan selalu berusaha untuk membobol langkah-langkah keamanan kami," kata dia.

Facebook mengidentifikasi lebih dari 900 video berbeda yang menunjukkan bagian dari kekerasan yang dialirkan terkait kejadian tersebut, demikian AFP.


Baca juga: Facebook hapus 1,5 juta video penyerangan masjid Selandia Baru

Baca juga: Rakyat Selandia Baru kenang korban serangan teroris di Christchurch

Baca juga: Orang ditembak mati saat live streaming di Facebook

Penerjemah: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019