Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan anggota DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, bersama dua orang lain sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan kerja sama pengangkutan pelayaran.

KPK menerima informasi dari masyarakat tentang akan terjadinya transaksi pemberian uang pada penyelenggara negara.

"Setelah kami melakukan validasi ke lapangan dan berdasarkan bukti-bukti awal kemudian KPK membuka penyelidikan hingga melakukan kegiatan tangkap tangan di Jakarta, Rabu (27/3) sampai Kamis dini hari tadi," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Setelah memeriksa dilanjutkan dengan gelar perkara, kata dia, sebelum 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi.

"Memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa terkait kerja sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk menggunakan kapal PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia)," kata Panjaitan.

KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni diduga sebagai penerima anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta.

Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Manajer Pemasaran PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti (ASW).

Sebagai pihak yang diduga penerima Bowo dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Asty disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KPK menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat empat tersangka tersebut.

Sebelumnya, kata Panjaitan, perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) sudah dihentikan.

"Terdapat upaya agar kapal kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan BSP, anggota DPR," ucap dia.

Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.

"Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia," tuturnya.

Bowo diduga meminta "fee" kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.

"Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS," kata dia.

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.

"Selain penerimaan terkait dengan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT PILOG dengan PT HTK, KPK juga mendapatkan bukti telah terjadi penerimaan-penerimaan lain terkait dengan jabatan BSP, anggota DPR RI," ujar Panjaitan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019