Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, mengatakan keberadaan Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) bukan untuk menggantikan ujian nasional (UN).

"Ini baru sebatas wacana, akan tetapi realisasinya belum ke arah situ. Kemendikbud untuk sementara belum menggunakan AKSI untuk menggantikan UN," ujar Hamid dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan AKSI dilakukan, untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa atau "High Order Thinking Skill" (HOTS). Juga untuk membantu meningkatkan ranking Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang saat ini masih berada di bawah.

"AKSI merupakan salinan dari PISA, untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa umur 15 tahun atau yang berada di kelas IX," tambah dia.

Dengan adanya AKSI tersebut diharapkan siswa terbiasa dengan soal-soal HOTS. Penerapan AKSI ini pun tidak dilakukan di seluruh sekolah di Tanah Air, tetapi hanya beberapa sekolah yang akan dijadikan sampel.

Dia menambahkan untuk meningkatkan kompetensi siswa, maka yang perlu diperbaiki dahulu adalah kompetensi guru. Kompetensi siswa baru meningkat, karena masukan yang didapatnya dari guru juga bagus.


"Akan tetapi tantangannya, bagaimana anak-anak di sekolah yang inputnya kurang dan guru juga ada disitu. Ini tantangan yang tidak bisa diselesaikan dalam sekejab," jelas dia lagi.

Kemendikbud saat ini melakukan penataan pendidikan melalui sistem zonasi, yang tidak hanya bertujuan untuk pendaftaran siswa baru tetapi juga pemerataan guru, sarana prasarana, dan pemenuhan delapan standar nasional pendidikan.

"Jadi sebelum dilakukan PISA, maka kita mengukur sendiri kemampuan anak didik kita dengan AKSI. AKSI ini sudah dilakukan di beberapa SMP dengan predikat rendah, sedang dan bagus, sehingga pemerataannya merata dan mengetahui kemampuan siswa," papar dia.
 

Pewarta: Indriani
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019