Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M Zen mengapresiasi kinerja sejumlah pihak yang berpartisipasi dalam pembebasan lima dari delapan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Miss Gaunt yang sempat ditahan di dalam kapal di perairan Ghogha, India. 

"Alhamdulillah berkat perhatian dan dukungan masyarakat serta teman-teman media, masalah ini bisa mendapat prioritas dari Kemenlu," kata Patra, di Jakarta, Rabu. 

Miss Gaunt merupakan kapal yang dimiliki Nordav BV, perusahaan yang dinyatakan pailit dan mempunyai utang kepada perusahaan India.

Lima ABK tersebut tiba di Indonesia sejak Sabtu 23 Februari 2019 atas bantuan dari Kementerian Luar Negeri RI. Begitu tiba di Bandara, para ABK tersebut disambut pihak keluarga, termasuk dari perwakilan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial, dan Bareskrim Polri.

Patra mengingatkan, sudah semestinya memang setiap permasalahan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia di luar negeri menjadi perhatian pemerintah dan pihak-pihak terkait.

Oleh karena itu, sejak awal politikus Partai Hanura ini pun memberi perhatian terkait persoalan ini, termasuk bertemu dengan keluarga ABK, dan meminta pemerintah untuk turun tangan.

Caleg Partai Hanura dari dapil DKI Jakarta 2 yang meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri ini menegaskan komitmennya untuk ikut memperjuangkan pembebasan para ABK.
 
Patra pun sempat mengkritisi DPR RI yang menurutnya kurang bersuara terkait persoalan ini.

"ABK dan Buruh Migran merupakan konstituen anggota DPR RI daerah pemilihan DKI Jakarta 2. Sayangnya, para petahana DPR RI dari dapil ini kurang lantang dan nyaring bersuara," ucap Patra.

Sebelumnya, delapan orang WNI ini menandatangani Seafarers Employment Agreement (Sea) sebagai komitmen awal untuk bekerja sebagai ABK Miss Gaunt pada 12 April 2018. Kapal ini milik Nordav B.V, sebuah perusahaan pelayaran dari Belanda.

Miss Gaunt berlayar hingga ke Afrika dan pada September 2018 kapal tersebut sudah berada di perairan India. Sedianya, ke-8 WNI ini hanya bekerja sampai 12 Juli 2018 namun akhirnya tak bisa terwujud.

Belakangan diketahui Nordav dinyatakan pailit dan mempunyai utang kepada sebuah perusahaan India. Perusahaan India ini kemudian meminta pengadilan untuk menahan kapal Miss Gaunt. Hingga berujung putusan Pengadilan Tinggi Gujarat India, yang memerintahkan untuk menahan kapal termasuk para ABK-nya pada 20 September 2018. Sejak itulah ke-8 WNI ini belum bisa kembali ke Tanah Air.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019