Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri China membantah tuduhan Amerika Serikat terkait Huawei, sekaligus menyampaikan harapan agar seluruh negara mematuhi prinsip persaingan dagang yang adil serta memelihara iklim pasar non-diskriminatif.
 
Berdasarkan sejumlah laporan, Wakil Presiden AS Mike Pence mengingatkan sekutunya agar menimbang masak-masak "ancaman" yang dimunculkan oleh perusahaan vendor jaringan asal China, Huawei, yang tengah gencar mencari mitra operator dalam pengembangan jaringan nirkabel generasi kelima (5G) di sejumlah negara.
 
Laporan lain menyebutkan pejabat AS mengatakan bahwa berdasarkan UU Intelijen Nasional China, perusahaan seperti Huawei atau ZTE dapat dipaksa tunduk oleh intelijen dalam hal pengelolaan dan akses data pelanggan mereka.
 
"Itu merupakan sebuah kesalahan dan penerjemahan liar atas Undang Undang China," kata Juru Bicara Kemenlu China, Geng Shuang, seperti dilansir Xinhua, Senin (18/2).
 
UU Intelijen China memang menegaskan kewajiban bagi organisasi maupun individu untuk mendukung aksi intelijen nasional, namun tetap dalam ranah hukum pemerintah China.
 
Aturan tersebut juga membatasi peran intelijen negara yang "harus patuh kepada hukum, menghormati hak asasi manusia, serta melindungi kepentingan setiap individu dan organisasi".
 
Dia mengatakan UU China yang lain juga memiliki aturan terkait perlindungan hak dan kepentingan warga negara, termasuk keamanan data dan privasi. "Aturan tersebut juga berlaku dalam kegiatan intelijen".
 
"Pemerintah AS harus mengerti aturan tersebut secara menyeluruh dan objektif, serta tidak membuat sebuah interpretasi liar yang bersifat sepihak," kata Geng.
 
Dia menambahkan, penggunaan undang-undang untuk memayungi keamanan nasional serta aturan bagi individu dan perusahaan untuk bekerja sama dengan kegiatan intelijen nasional merupakan praktik yang lumrah.

Baca juga: Komentari kasus Huawei, duta besar Kanada untuk China dipecat

Baca juga: Tolak bangun jaringan 5G milik Huawei, Jerman susun strategi

Baca juga: Huawei bantah digunakan sebagai mata-mata

 
Negara anggota aliansi Five Eyes -- AS, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru -- serta sejumlah negara Barat seperti Prancis dan Jerman pun memiliki payung hukum yang serupa itu, katanya.
 
Pemerintah China selalu meminta perusahaan di negara tersebut untuk menjalankan kerja sama ekonomi dalam kerangka hukum serta menjalankan operasinya sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku.
 
Dia menambahkan Tiongkok selalu menjunjung prinsip hukum internasional seperti kedaulatan, kesetaraan, serta kerja sama yang saling menguntungkan.
 
Pemerintah China tidah pernah meminta organisasi atau individu tertentu untuk melanggar hukum atau membangun "backdoors" yang berguna untuk menghimpun data, informasi atau intelijen di luar negeri, kata jubir tersebut.
 
"AS dan sekutunya menggunakan standar ganda. Mereka secara sengaja membangun persepsi publik yang salah terkait isu ini," kata Geng.
 
"Mereka menggunakan isu ini untuk menekan hak dan kepentingan perusahaan Tiongkok untuk berkembang, lewat motif politik yang bertujuan untuk mengintervensi perilaku ekonomi. Itu merupakan perilaku munafik, tak bermoral dan tidak adil," tegasnya.

Baca juga: Huawei jadi pembeli chip terbesar ketiga di dunia

Baca juga: Huawei barambisi kuasai pasar ponsel dunia

Baca juga: Polandia akan pertimbangkan pembatasan mengenai penggunaan produk Huawei

Pewarta: Monalisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019