Jakarta (ANTARA News) - Debat kedua calon presiden menjadi momentum bagi Joko Widodo untuk menjelaskan tentang realisasi janji politiknya ketika 2014 lalu, sebelum bicara tentang apa yang akan dilakukannya jika terpilih untuk periode mendatang, kata pengamat ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Kusfiardi.

"Jokowi harus menjelaskan realisasi janji dan kebijakannya terkait materi debat nanti malam. Jangan buat janji-janji baru atau bicara apa yang akan dilakukan nanti," kata pengamat ekonomi Kusfiardi kepada wartawan di Jakarta, Minggu.

Dia menilai, seorang petahana perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya selama ini untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik pada kontestasi pilpres berikutnya.

Menurut dia, terkait materi debat kedua, banyak persoalan yang harus dijelaskan Jokowi misalnya mengenai bertambahnya jumlah utang perusahaan milik negara. 

Dia menjelaskan, utang tanpa diikuti meningkatnya kinerja keuangan perusahaan akan menimbulkan risiko mulai dari risiko gagal bayar sampai dengan ancaman pailit.

"Bukan hanya itu, lebih jauh lagi bisa berpengaruh pada kemampuan kerja perusahaan akibat berkurangnya aset," ujarnya.

Kusfiardi yang juga mantan Koordiator Koalisi Anti Utang (KAU) itu menjelaskan beban utang yang semakin besar menuntut adanya peningkatan kemampuan perusahaan untuk menutupi utang jangka pendek. 

Selain itu, secara keseluruhan, dari pengelolaan operasional perusahaan milik negara, harus ada peningkatan kinerja keuangan.

"Selain aspek keuangan tentu juga harus bisa memberikan dampak terhadap kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat," katanya.

Karena itu dia berharap Jokowi bisa menjelaskan seberapa relevan pilihan untuk membangun infrastruktur, terutama jalan tol, untuk kepentingan perekonomian nasional bukan justru mempermudah infiltrasi barang-barang impor.

Selain infrastruktur, dia mengkritisi sektor pangan di era pemerintahan Jokowi karena lebih memilih jalan pintas dengan impor, yang jauh dari harapan untuk memperkuat sektor pangan.

"Tentu ini jauh dari harapan untuk memperkuat sektor pangan, bahkan justru sebaliknya, memperkuat ketergantungan pada impor pangan dan menjadi ancaman bagi kemandirian kita," katanya.

Dia menjelaskan terkait isu lingkungan hidup, ada hal yang perlu dikritisi dari pemerintahan Jokowi dalam hal penyelamatan lingkungan misalnya pembiaran berlangsung terhadap perusahaan yang tidak mengelola limbah dengan lebih baik padahal menimbulkan kerusakan lingkungan.

Kusfiardi mencontohkan dalam pengambilalihan PT. Freeport oleh pemerintah selain berbiaya mahal kita pun harus menanggung kerusakan lingkungan akibat limbah tambang alias tailing yang tidak dikelola dengan baik.

Kerusakan lingkungan terjadi karena tidak layaknya penampungan tailing di sepanjang Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Papua dengan perkiraan kerugian lingkungan di area hulu diperkirakan mencapai Rp10,7 triliun, muara sekitar Rp8,2 triliun, dan Laut Arafura Rp166 triliun. 

"Masalah yang tidak dibereskan selama bertahun-tahun ini akhirnya menumpuk menjadi risiko lingkungan yang amat mahal," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019