Jakarta (ANTARA News) - Pemohon uji UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU 44/2009 tentang Rumah Sakit (UU RS) di Mahkamah Konstitusi (MK), memerbaiki pokok permohonannya.

Rochmadi Sularsono selaku pemohon uji Pasal 209 ayat (1), (2) beserta lampiran UU Pemda dan Pasal 7 ayat (3) UU RS, membacakan permohonan melalui konferensi video yang ditayangkan di ruang sidang Gedung MK Jakarta, Selasa.

"Untuk bagian judul sudah diubah sesuai format, begitu juga bagian kedudukan hukum saya tambahkan lebih banyak lagi," ujar Rochmadi.

Pemohon juga menerangkan kerugian konstitusional yang dihadapi terkait dengan rumah sakit daerah yang berbentuk unit struktur, sehingga berbeda dengan peraturan pemerintah namun sama dengan bunyi UU 44/2009.

"Pemohon yang berprofesi sebagai PNS mempermasalahkan perbedaan penafsiran status badan layanan umum daerah terkait dengan kepengurusan rumah sakit Pemerintah atau Pemerintah Daerah," tambah Rochmadi.

Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya multitafsir terhadap pemberlakuan aturan-aturan tersebut.

Pemohon mempermasalahkan status kepegawaian dalam proses hukum di tingkat PTUN dengan pokok perkara pemberian hukuman disiplin kategori ringan sebagai akibat pemberlakuan pasal tersebut.

Selain itu,  Pemohon mendalilkan kerugian konstitusionalnya muncul karena terdapat pertentangan antara Pasal 209 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda dan Pasal 7 ayat (3) UU RS.  

Sesuai ketentuan UU RS, rumah sakit yang didirikan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat berbentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan apabila klasifikasi rumah sakitnya adalah tipe C dan D.

Adapun Lembaga Teknis daerah yang harus melakukan pola pengelolaan keuangannya adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)dan merupakan Lembaga Teknis Daerah atau Instansi Tertentu pada bidang kesehatan.

Pemohon kemudian meminta agar Mahkamah Pasal 209 ayat (1) dan ayat (2) beserta lampirannya UU Pemda serta Pasal 7 ayat (3) UU RS bertentangan dengan UUD 45 Pasal 28D ayat (1) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019