Sungailiat, Babel, (ANTARA News) - Ketua Umum Komunitas Pencinta Alam dan Relawan (Pelawan) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Tri Harmoko mengajak masyarakat di daerah itu menghentikan pembunuhan buaya.

"Saya mengajak masyarakat untuk menghentikan pembunuhan binatang buaya. Dan buaya yang tertangkap harus ditangkar," katanya di Sungailiat, Senin.

Dia menyarankan agar masyarakat yang menangkap buaya hendaknya terlebih dahulu berkoordinasi dengan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKDSDA) setempat atau dipindahkan ke habitat yang masih layak untuk kehidupannya.

Dikatakan, buaya salah satu hewan predator yang memiliki peranan penting dalam ekosistem di sungai, rawa, kolong. Terjadinya penyerangan buaya pada beberapa tempat kepada manusia dengan kesalahan ditimpakan kepada buaya adalah sebuah pemikiran yang keliru.

"Suatu anggapan yang keliru ketika buaya menyerang manusia atau warga disalahkan pada binatang tersebut, padahal proses alamiah itu terjadi karena habitatnya terganggu, cadangan makanan buaya menipis," jelasnya.

Menurut dia, perilaku manusia yang kerap menganggu saat buaya muncul di permukaan air, sehingga naluri pada binatang itu melakukan perlawanan.

"Serangan buaya dibalas dengan perburuan buaya hingga pembunuhan menjadi fenomena berulang yang mendesak ekosistem buaya," katanya.

Perlakuan itu, kata Tri Harmoko, menganggu rantai makananan yang mana apabila buaya terus diburu akan mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan rantai makanan dengan predator tertinggi yang ada seperti babi dan monyet hingga mengakibatkan masalah baru berupa terlalu banyak babi atau monyet dan sejenisnya sebagai hama bagi peternakan atau pertanian.

Padahal untuk kesimbangan alam, buaya lah menjadi pemangsa monyet atau babi dalam rantai makanan. "Untuk itu, bijaknya tidak membalas serangan buaya dengam perburuan hingga pembunuhan buaya, tetapi lebih kepada menjaga ekosistemnya dan tidak mengganggu cadangan makanannya," ujar Tri.*


Baca juga: Buaya raksasa resahkan warga Bangka akhirnya tertangkap-mati

Pewarta: Kasmono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019