Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di tahun 2019 ini akan lebih mempfokuskan revitalisasi desa adat untuk ketahanan bencana.

Menurut Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid sejak diluncurkan pada tahun 2017, program revitalisasi desa adat banyak digunakan untuk membangun fisik, sementara jika dilihat realitasnya di lapangan banyak juga kebutuhan nonfisik.

"Jadi kita fokus juga sisa anggaran dari revitalisasi desa fisik tersebut untuk kegiatan nonfisik. Sejauh ini kita lihat, kan sangat rentan kebakaran, longsor, tahun ini kami libatkan juga arsitek pengalaman untuk merancang sistem yang jauh lebih aman untuk listrik, air, drainase, dan sebagainya," kata Hilmar di Jakarta, Senin.

Hilmar menyebut beberapa daerah yang telah mendapatkan dana revitalisasi untuk non-fisik ini di antaranya Nusa Tenggara Barat, Bali, Sulawesi Tengah, dan lain-lain.

Saat ini pihaknya masih menerima pendaftaran proposal untuk revitalisasi desa adat yang  dilakukan secara daring hingga 31 Januari 2019 ini.

"Di rembuk nasional kita akan umumkan, jadi dinas tahu menginformasikan ke komunitas," kata dia.

Menurut Hilmar, pada dasarnya desa adat yang menerima dana revitalisasi adalah desa yang punya kegiatan secara berkelanjutan, dia pun tak menampik kalau selama ini banyak proposal yang masuk, tetapi karena seleksinya sangat ketat penerimanya pun cukup terbatas. Dari ratusan proposal yang masuk sejak 2017 yang diloloskan hanya 75 (2017) dan 125 (2018).

"Jadi harus tunjukkan ada komuntias, ada kegiatan adat di sana. Seandainya sangat hidup tetapi kebutuhan fisiknya besar ya berarti porsinya lebih besar," ucap dia.

Adapun di 2019 ini pihaknya masih memilah dari sejumlah proposal yang sudah dan akan masuk, meski demikian Hilmar memastikan tidak pernah ada pengulangan desa adat yang menerima dana bantuan revitalisasi ini.

"Selalu baru, biasanya diminta yang didukung satu kompleks bagian tertentu, sisanya mereka sendiri, itu langsung kita setujui. Biasanya ada prakarsa dari masayrakat sendiri. Kalau bencana khusus afirmatif seperti Lombok Utara, Flores, atau kemarin Gurusina. Kita bantu tapi memang enggak cukup jumlahnya," ucap dia.

Sementara itu Christiati Ariani, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Dirjenbud Kemendikbud RI mengatakan tahun ini akan ada 120 desa adat dari seluruh Indonesia yang akan disasar di tahun 2019 ini. Proses seleksinya akan dimulai setelah pendaftaran ditutup

"Kami petakan dan verifikasi ke lokasi, yang layak di lokasi kita berikan bantuan," katanya.

Pembangunan nonfisik yang direncanakan pihaknya mencakup pada aktivitas budaya di dalam rumah yang harus terus hidup, keberlangsungannya yang dijaga dan transfer pengetahuan kepada anak-anak mereka.

Dana yang diberikan untuk masing-masing desa berkisar antara Rp400 juta sampai Rp500 juta , namun dana yang diberikan tidak langsung 100 persen.

"Jadi kami beri dulu 70 persen, setelah kami verifikasi lapangan, saat pembangunan kami berikan yang 30 persennya," ucap dia.

Mengenai ketahanan bencana untuk desa adat,  ia mengatakan sebenarnya masyarakat ada sudah memahami betul bagaimana arsitektur bangunan, teknologi, dan cara mereka mewaspadai dan menanggulangi bencana.

Tetapi tak dimungkiri banyak juga faktor lain seperti alam yang di luar kemampuan mereka.

"Mereka kadang enggak tahu kalau daerah yang mereka tinggali rawan bencana. Kadang itu juga lepas dari pemikiran mereka, tapi bentuk arsitektur, bentuk teknik pembuatannya mereka sudah paham sekali," ucap dia.

Baca juga: Koster minta kemenag dukung pendidikan desa adat
 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019