Jakarta (ANTARA News) - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain mendorong agar Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Kejaksaan RI untuk menanyakan keterlibatan masing-masing institusi yang diawasinya, Polri dan Kejaksaan terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang dengan terlapor pemilik Sugar Group Company, Gunawan Jusuf.

Zulkarnain, melalui siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Selasa, menyebutkan keterangan kedua institusi dinilai penting untuk meluruskan sengkarut yang mengemuka terkait dihentikannya proses hukum kasus itu.

Zulkarnain juga mengingatkan bahwa baik Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) penting perannya untuk mengawasi kinerja Polri dan Kejaksaan Agung.

"Komisi kepolisian, komisi kejaksaan (yang mengawasi)," kata Zulkarnain.

Namun demikian, ada keterbatasan kedua institusi pengawasan itu yakni sejauh mana Kompolnas dan Komjak bisa masuk dalam perkara yang ditangani oleh Polri maupun Kejaksaan.

Zul juga menyinggung dikembalikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Kejaksaan kepada Bareskrim Polri dalam perkara tersebut. Menurutnya, selama ini yang dikembalikan oleh Kejaksaan kepada Polri adalah berkas perkara, bukan SPDP.

Ia berpendapat, jika SPDP tidak disertai dengan pengiriman berkas, maka mungkin saja SPDP dikembalikan. Namun menurut dia, bila SPDP telah diterbitkan, maka berarti sudah ada bukti awal yang cukup.

"SPDP itu keluar, tentu sudah ada bukti yang cukup. Harus ada kejelasan," kata Zul.

Zul juga meminta agar DPR RI turut menanyakan kepada Polri maupun Kejaksaan terkait penanganan sebuah perkara. Pertanyaan kepada penegak hukum menurutnya dapat dilakukan dalam kemitraan antarlembaga penegak hukum dengan Komisi III DPR. Namun demikian, secara teknis DPR tidak dapat masuk lebih dalam terkait penanganan hukum suatu kasus.

"Yang bisa masuk secara teknis antara lain ya (Polri) dengan Kejaksaan itu saling kontrol, cuma biasanya dalam praktik, masih banyak kendala," paparnya.

Sementara terkait peranan KPK, Zul menyebut pengawasan KPK baru dapat dilakukan jika ada masyarakat yang melaporkan dugaan suap dalam penanganan perkara tersebut.

Terkait hal ini, Kadivhumas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan Polri terbuka kepada siapapun yang ingin menanyakan penanganan kasus, terlebih Komisi III DPR RI yang berencana mengklarifikasi kasus Gunawan Jusuf yang dihentikan penanganannya oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.

"Kepolisian siap untuk jelaskan itu," kata Irjen Iqbal.

Iqbal meyakinkan bahwa penerbitan SP3 sudah sesuai prosedur dan tahapan seperti gelar perkara. 

Mantan Wakapolda Jawa Timur ini menjelaskan SP3 diterbitkan karena tidak ditemukannya cukup bukti dugaan tindak pidana.

"(Terbitnya SP3) sudah sesuai SOP," ujarnya. 

Surat Direktur Tipideksus tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum disebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.

Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipideksus itu juga memuat alasan penghentian penyidikan adalah karena nebis in idem dan kedaluarsa. Padahal sebelumnya, polisi menyatakan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.

Dugaan penggelapan dan TPPU ini bermula ketika pelapor, pengusaha asal Singapura, Toh Keng Siong menginvestasikan dananya ke PT Makindo yang saat itu Gunawan Jusuf menjabat Direktur Utamanya.

Sejak 1999 hingga 2002, total dana yang diinvestasikan mencapai ratusan juta dolar AS dalam bentuk time deposit. 

Kuasa hukum Toh Keng Siong, Denny Kailimang menduga Gunawan menggunakan dana pinjaman itu untuk membeli pabrik gula melalui lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kemudian uang tersebut tidak dikembalikan hingga kini.

Baca juga: Kejaksaan Agung bantah pernyataan polisi soal SP3 kasus Gunawan Jusuf

Baca juga: DPR pertanyakan alasan penghentian penyidikan kasus Gunawan Jusuf

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019