Daeng berharap ada tetesan rezeki yang Allah turunkan melalui tangan pemerintah sebagai modal awal mereka untuk kembali bangkit dari keterpurukan pascagempa.
Palu (ANTARA News) - Hari Jumat (19/10) selepas Maghrib, setengah lajur Jalan Diponegoro Kota Palu, Sulawesi Selatan, ditutup untuk lalu lintas.

Di lajur ini sebuah alat berat meraung-raung mengangkat dan mendorong material untuk memuluskan kembali jalan itu setelah terkoyak oleh gempa.

Para pekerja sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sebagian mengarahkan kendaraan agar tidak melintas di lajur itu. Ada yang memandu operator alat berat, sebagian mengawasi jalannya pekerjaan.

Jalan Diponegoro bagian barat kondisinya rusak berat sehingga beberapa hari setelah gempa akses jalan nasional ini putus. Sejumlah kendaraan dan material melintang di jalan. Lumpur dan puing-puing bangunan berserakan. Penerangan jalan mati total.

Tiga pekan pascagempa, suasana menyeramkan itu tidak lagi mencolok meski masih menyisahkan puing dari dorongan gelombang tsunami.

"Pada hari-hari pertama pascagempa tugas pertama kami adalah membangun kembali konektivitas yang sempat terputus," kata Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Palu Iskandar Arsyad.

Sebelum gelombang tsunami menyapu bangunan rumah tokoh di ujung Jalan Diponegoro ini, hampir tidak ada ruang untuk memandang laut karena terhalang bangunan. Namun kini akses pandang ke Teluk Palu terbuka lebar bahkan terlihat dari celah-celah jebolnya bangunan yang tersisa.

Kini kehidupan di jalan besar yang terhubung dengan pusat belanja modern Palu Grand Mall dan ke Kabupaten Donggala ini mulai bergairah kembali. Malam hari lampu jalan mulai bersinar terang.

Sejumlah warung makan, kios, SPBU dan layanan anjungan tunai mandiri sudah mulai efektif lagi.

Tanda-tanda bangkitnya kembali Kota Palu ini akan memompa semangat warga untuk bangkit lagi meski sebagian korban masih membersihkan puing-puing runtuhan bangunan dan sampah yang terdorong tsunami.

"Kalau konektivitas terbangun kembali maka yang lain pasti mengikuti. Aktivitas masyarakat bisa kembali lancar walaupun memang bukan waktu yang singkat," kata Iskandar.

Di tempat lain, di Jalan Kedondong, Palu Barat, alat berat juga sedang bekerja. Menimbun dan memadatkan kembali jalan yang robek oleh pergerakan tanah.

Jalan yang beberapa kali pernah dilintasi pejabat negara karena terhubung dengan pusat pelatihan tenun Donggala dan B
w

atik Bomba ini banyak yang menganga. Terbelah tidak beraturan.

Kini sudah tersentuh alat berat dan tampaknya tidak lama lagi segera mulus kembali.

Meski belum ada data resmi jumlah jalan yang rusak berat dan ringan akibat gempa 7,5 SR, tetapi sebagian jalan yang rusak mulai diperbaiki.

Demikian halnya di pesisir arah utara Kota Palu, seperti Kelurahan Tondo dan Mamboro, puing-puing bangunan sudah dibersihkan. Sebagian sudah menjadi lapang dan bersih dari puing-puing tsunami.

Sejumlah alat berat secara bersahutan bergerak mengeruk material yang tertimbun dan meratakan gundukan bangunan.

Di kelurahan wilayah pesisir terparah dampak tsunami ini sepanjang jalan telah bergerak, warga membersihkan sisa bangunan dan memungut yang tersisa untuk diamankan ke tenda-tenda pengungsian.

Di Kabupaten Sigi sejumlah alat berat juga bergerak di beberapa titik memperbaiki kembali jalan yang tak lagi beraturan akibat gempa itu.

Salah satunya ruas jalan Biromaru - Napu. Ruas jalan ini melintasi Desa Jono Oge, satu dari tiga titik likuifaksi terparah akibat gempa Palu, Sigi dan Donggala 28 September petang.

Pascagempa sejumlah ruas jalan dari dan ke ibu kota provinsi Sulawesi Tengah ini banyak yang putus bahkan sebagian daerah terisolir. Akses ke Taman Nasional Lore Lindu yang sebelumnya terputus kini sudah terbuka kembali.

Demikian halnya akses ke Kulawi yang sebelumnya dikabarkan terisolir kini sudah bisa diakses kembali.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola bahkan sudah tembus ke Kulawi guna melihat sejumlah titik longsor dan pengungsi akibat gempa di daerah itu.

Upaya untuk bangkit dari keterpurukan empat daerah terkena dampak gempa, tsunami dan likuifaksi yakni Kota Palu, Sigi, Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong tidak terlepas dari kerja keras semua pihak, pemerintah pusat, pemerintah daerah, Satuan Tugas Komando Satgas Gabungan Terpadu (Satgas Kogasgab) TNI, sukarelawan dari berbagai daerah dan masyarakat.

Semua bergerak serentak terpanggil atas nama kemanusiaan untuk pemulihan kondisi Palu, Sigi dan Donggala.

Khusus Satgas Kogasgabpad sendiri lebih dari 13 ribu orang terdiri atas unsur TNI 6.325 personel dan unsur Polri mencapai 2.528 orang dan 4.747 sukarelawan.

Membaiknya pemulihan pascabencana tersebut secara positif diakui Komandan Komando Resort Militer 132/Tadulako Kolonel (Inf) Agus Sasmita.

"Karena semuanya turut terlibat. Kita yakin secara bertahap situasi ini akan pulih seperti semula," kata Agus.

Keyakinan Agus tersebut didasari atas semakin terbangunnya gairah masyarakat untuk kembali membangun dari apa yang dimiliki saat ini.

Di pusat perbelanjaan Gajahmada dan pertokoan Imam Bonjol yang beberapa hari sebelumnya lengang dari aktivitas jual beli, dalam tiga hari terakhir kembali bergairah.

Toko penjual bahan pokok di jejeran Jalan Imam Bonjol hingga Sabtu petang masih padat oleh pedagang eceran yang datang berbelanja di tempat itu untuk mengisi kembali kios dan warung mereka.

Di antara mereka mengaku segera mengisi kembali kios mereka setelah sebelumnya sebagian tidak dapat lagi diselamatkan.

Ibu Murni, seorang pedagang eceran bahan pokok di Palu Barat mengatakan saat ini keperluan bahan pokok sangat dibutuhkan setelah sebagian besar warga kembali ke rumahnya masing-masing.

Dirinya kembali membuka kiosnya karena kondisi dan situasi Kota Palu perlahan-lahan sudah mulai normal walaupun belum pulih sepenuhnya seperti sedia kala. Namun dirinya optimistis situasi Kota Palu akan segera membaik.

Di jantung penjualan telepon genggam simpang empat Jalan Samratulangi, Sudirman, Haji Hayyun dan Cik Ditiro sudah menggeliat sejak beberapa hari terakhir meski belum seluruhnya toko dibuka.

Sinar lampu yang terang benderang dari outlet penjualan mereka ikut menghidupkan kembali redupnya Kota Palu setelah beberapa hari seluruh akses penerangan terputus.

Kendaraan lalu lintas yang mulai padat bergerak ke berbagai arah telah ikut menghidupkan kembali suasana kota yang sebelumnya lengang. Kendaraan yang pada pekan pertama dan kedua pascagempa melintas tanpa menghiraukan lagi rambu lalu lintas, kini kembali tertib.

Suasana yang telah hidup kembali ini membawa nuansa Kota Palu tak lagi vakum seperti kota mati, kota yang ditinggal pergi penduduknya karena perang.



Pengungsi

Di tengah mulai pulihnya kembali Kota Palu pasbencana, masih ada ribuan pengungsi korban gempa, tsunami dan likuifaksi yang terbaring di bawah tenda. Mereka menunggu pembangunan hunian sementara yang sedang dibangun pemerintah.

Para pengungsi tersebar di tanah lapang dan tempat-tempat ketinggian di lereng bukit. Mereka terpaksa bertahan di pengungsian yang jauh dari hiruk pikuk kota karena kehilangan segalanya.

"Sekarang kami harus berpikir bagaimana membangun kembali karena semuanya sudah diambil tsunami," kata Daeng Rubba, korban tsunami di Kelurahan Mamboro.

Dia kini mengungsi di Kelurahan Layana, salah satu dataran tinggi di Kecamatan Mantikulore. Di lokasi pengungsian itu Daeng bersama 24 kepala keluarga lainnya telah kehilangan harta benda akibat tsunami.

Akses ke lokasi pengungsian ini cukup jauh dari keramaian tanpa listrik.

Daeng yang mengaku dari Makassar itu baru saja membangun rumahnya dari hasil kerja serabutan di Mambori, kini raib seketika dihajar tsunami.

"Sekarang serba salah, mau kerja bangunan kasian keluarga di tenda," katanya.

Meski kehilangan segalanya, Daeng mengaku akan tetap bertahan di Palu dan berusaha lagi mengumpulkan rupiah untuk bisa bangkit kembali bersama keluarga.

Daeng berharap ada tetesan rezeki yang Allah turunkan melalui tangan pemerintah sebagai modal awal mereka untuk kembali bangkit dari keterpurukan pascagempa.*


 


Baca juga: Pemerintah siapkan rencana induk rekonstruksi Palu

Baca juga: Sejumlah korban gempa Palu mulai kembali ke rumah


 

Pewarta: Adha Nadjemudin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018