LIPI memberikan perhatian khusus untuk riset bioremediasi dan revegetasi sebagai solusi penyelamatan kerusakan lingkungan,
Bogor (ANTARA News) - Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Witjaksono mengatakan penerapan teknologi bioremediasi dan revegetasi diyakini menjadi solusi penyelamatan lingkungan.

Teknologi itu diperlukan untuk mengatasi dampak buruk dari laju industri dan semakin meningkatnya aktivitas manusia menambah pelik masalah kerusakan lingkungan.

"LIPI memberikan perhatian khusus untuk riset bioremediasi dan revegetasi sebagai solusi penyelamatan kerusakan lingkungan," kata Witjaksono dalam Simposium internasional tentang Bioremediasi, Revegetasi, Biomaterial dan Konservasi (ISBIORE) 2018 di Gedung Kusnoto LIPI, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Ia menjelaskan, bioremediasi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk membersihkan senyawa pencemar dari lingkungan.

Bioremediasi bisa memakai tumbuhan juga mikroorganisme. Pada simposium kali ini, pembahasan menggunakan mikroorganisme yang mempunyai enzim yang bisa mengubah pencemaran seperti logam, menjadi terikat, terserap dan sebagainya.

"Juga tanaman, ada yang mampu menyerap logam berat dalam jumlah yang tinggi, lalu diakumulasikan dalam tubuh tanamannya, kalau kemudian tanaman itu dipanen maka logam beratnya ada di dalam tubuh tanaman," katanya.

Sementara itu, teknologi revegetasi adalah upaya pemulihan tutupan lahan pada ekosistem melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung atau dengan jenis tanaman lainnya yang adaptif.

"Kita punya banyak lahan yang ditambang itu, tanamannya hilang, setelah selesai ditambang, harusnya ditanam lagi," katanya.

Menanam di lahan bekas tambang tidaklah mudah, karena unsur hara hilang dan habis. Oleh karena itu, revegetasi harus melibatkan pengayaan.

Terjadi perubahan komposisi kondisi tanah bekas tambang dengan beberapa kemungkinan, ada yang konsentrasi logam berat, sedangkan logam hara yang diperlukan tanaman mungkin tidak ada, sehingga yang ada beracun, kondisi ini harus diubah.

Untuk mengubahnya secara bertahap, memang ada tanaman yang tidak perlu hara yang tinggi. Maka tanaman ditanam dulu, jika tidak bisa tumbuhan, tanaman direkayasa dengan diberi pupuk organik dan semacamnya.

Semakin peliknya masalah lingkungan seperti pencemaran sungai, sampah yang tidak tertangani, dan lahan kritis akibat penambangan membutuhkan adanya teknologi tinggi untuk menyelamatkan lingkungan sebelum terlambat.

Salah satu ahli dari Tottori University, Jepang, Norihiro Shimamura menjelaskan tentang teknik revegetasi menggunakan interaksi antara mychorrhiza dengan tumbuhan tingkat tinggi.

Ahli revegetasi dan ektomikroiza dari Tottori University, Jepang ini berhasil mengawinkan Ektomikoriza sehingga interaksinya dengan tanaman akan menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap salinitas dan kondisi ekstrim.

Baca juga: Masifnya pembangunan naikkan emisi pabrik semen
Baca juga: Aturan baku mutu udara sudah harus direvisi menurut kelompok lingkungan

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2018