Jakarta (ANTARA News) - Senin (23/7) pagi, jagat media sosial dan pemberitaan media daring terbitan Jakarta, banyak dihiasi oleh keluhan dan sebagian lagi mungkin kekesalan calon penumpang kereta komuter Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang, dan Bekasi.

Mereka kesal karena kenyamanan menggunakan layanan kereta antimacet ini sedikit terganggu, karena yang biasanya tinggal menempelkan tiket elektronik di pintu-pintu masuk stasiun, tiba-tiba hal itu tidak bisa digunakan.

"Tiket elektronik baik THB (tiket harian berlangganan) maupun KMT (kartu multi trip) atau uang elektronik perbankan lainnya, tidak bisa digunakan karena sistem harus mengalami pemeliharaan," kata Vice President (VP) Corporate Communication PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Eva Chairunisa dalam keterangan resmi pada Minggu (22/7) malam.

Akibatnya, kata Eva, untuk sementara transaksi tiket Kereta Rel Listrik (KRL) di 79 stasiun mulai Senin (23/7) menggunakan kertas kembali.

Penggunaan tiket kertas merupakan bentuk mitigasi untuk kelancaran mobilitas pengguna KRL selama proses pembaharuan dan pemeliharaan sistem tiket elektronik, yang sudah dimulai sejak Sabtu (21/7).

Satu tiket kertas senilai Rp3.000 ini berlaku mulai dari perjalanan kereta pertama hingga kereta terakhir, tanpa menghitung jarak perjalanan yang ditempuh.

PT KCI mengimbau pengguna jasa menyiapkan uang tunai sesuai tarif tiket kertas agar antrean tidak terlalu panjang di depan loket.

Satu tiket kertas hanya dapat digunakan oleh satu orang pengguna untuk satu kali perjalanan KRL.

Prosedurnya tidak ada yang berubah, yakni di stasiun awal, tiket kertas perlu diperlihatkan kepada petugas untuk ditandai bahwa tiket tersebut telah terpakai dan selanjutnya disimpan oleh pengguna jasa sebagai tanda bukti perjalanan.

KCI menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami seluruh pengguna KRL selama masa pembaharuan dan pemeliharaan sistem tiket elektronik.

Eva menambahkan sistem tiket elektronik KRL telah berjalan sejak Juli 2013 atau lima tahun yang lalu.

"Pembaharuan dan pemeliharaan sistem dalam skala keseluruhan yang berlangsung saat ini tidak dapat dihindari untuk menjaga keandalan sistem ini di masa yang akan datang," katanya.

Untuk kenyamanan bersama, KCI mengimbau pengguna jasa untuk merencanakan kembali waktu perjalanannya.



Antre

Sudah bisa diprediksi, penggantian tiket kertas yang hanya dapat dibeli di loket stasiun ini membuat para penumpang tidak bisa menghindar untuk antre.

Meski sudah disosialisasikan lewat berbagai pemberitaan, tampaknya tingginya minat penumpang KRL ini harus rela untuk menanggung risiko antre panjang.

Beberapa penumpang yang sudah tahu kondisi ini, bahkan berangkat lebih awal sekitar 30 menit hingga satu jam, namun tetap saja yang namanya antrean, jika tidak sabar, membuat siapa pun kesal.

Sejumlah penumpang KRL di Stasiun Depok Lama bahkan memutuskan untuk kembali pulang atau dengan menggunakan moda alternatif lainnya karena tidak tahan dengan panjangnya antrean.

"Ada yang sampai pulang, tetangga aku tadi sekompleks," kata salah satu penumpang KRL Puteri Lenggogeni.

Puteri merupakan warga Depok yang bekerja di Jakarta Pusat dan setiap hari ia mengandalkan KRL untuk berangkat dan pulang kerja.

Puteri juga mengaku sulit mendapatkan tiket karena antrean yang panjang hingga 500 meter mulai dari subuh.

Dia menuturkan warga Depok sudah mengantisipasi perubahan sistem tiket tersebut dengan datang lebih awal di Stasiun Depok Lama karena informasi sudah tersebar di grup WhatsApp.

"Aku sampai stasiun jam enam, cuma kata tetangga subuh ramai banget, karena orang udah antisipasi dari kemarin," katanya.

Tak hanya kesal ketika antrean sudah panjang dan ini pun ternyata menimbulkan spekulasi bahwa PT KCI sudah menggratiskan tarif KRL Rp3.000 dari semua stasiun dikarenakan adanya pembaharuan sistem tiket.

Hal itu terungkap dari laporan warganet melalui Twitter Trizar Risqiawan yang mencuit bahwa di Stasiun Bogor akhirnya tiket digratiskan karena warga mengamuk.

"Penumpang di Stasiun Bogor ngamuk, akhirnya `gate` (pintu) dibuka gratis. Ya gimana gak diantisipasi," ujarnya.

Namun, secara sigap hal itu dibantah oleh Vice President (VP) Corporate Communication PT KCI Eva Chairunisa.

"Tidak," katanya tegas.



Lemah Mitigasi

Kondisi ini membuat beberapa pihak kurang nyaman dan bahkan menilai, upaya PT KCI ketika mengatasi kondisi darurat (mitgasi) dinilai lemah bahkan tampak kurang kreatif dan antisipatif.

Pengamat transporasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai mestinya upaya mitigasinya lebih kuat lagi agar pengguna KRL tidak kecewa.

Pengguna KRL layak diperlakukan tidak kecewa karena haknya sebagai konsumen juga harus dihargai.

Djoko memahami memang apa yang dilakukan PT KCI, bukan sekadar perbaikan, tetapi juga peningkatan sistem dengan kapasitas yang lebih besar.

Selain itu, kata Djoko, apapun sistemnya pasti memiliki keterbatasan.

"IT (teknologi informasi) bukan segalanya karenanya memang perlu pemeliharaan," katanya.

Hanya saja, kata Djoko, PT KCI memang harus menyiapkan tambahan standar prosedur operasi untuk kondisi darurat.

Salah satu caranya adalah selain sosialisasi yang cukup, juga hendaknya disiapkan petugas jemput bola sebagai penjual tiket pengganti (kertas) kepada penumpang sehingga hal ini bisa mengurangi antrian.

"Tapi, tentu tidak mudah dengan penumpang KCI saat ini yang sudah tembus satu juta per hari," katanya.

Hal lain yang belum disampaikan oleh KCI adalah target kapan waktu pemeliharaan itu diperlukan sehingga konsumen mempunyai gambaran yang lengkap dan bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

PT KCI pun hingga Senin pagi atau ketika keributan dan kekesalan antrean muncul di ruang publik juga belum menyampaikan kapan pemeliharaan akan selesai.

Bahkan, seorang penumpang, Hendra (27), warga Tangerang yang sehari-harinya bekerja di kawasan Jalan Tendean, Jakarta Selatan, mengaku prihatin atas kejadian ini.

"Seharusnya KCI lebih profesional. `Upgrade` (pembaruan) sistem tiket itu seharusnya cukup 1 x 24 jam. Padahal Sabtu (21/7) dan Minggu (22/7) kan sudah ada waktu `pake` karcis kertas konvensional," katanya.

Namun, aneka kekesalan para penumpang KRL itu mulai terjawab ketika tanda-tanda pemeliharaan sistem tiketing itu sudah mulai selesai Senin, mulai sekitar pukul 11.00 WIB dan diperkirakan pulih secara bertahap hingga Senin sore.

PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menyatakan pengguna layanan bisa menggunakan kembali tiket elektronik untuk naik kereta rel listrik (KRL) karena proses pembaruan dan pemeliharaan tiket elektronik sudah selesai pada Senin siang.

"Hari ini sudah berhasil dilakukan, walaupun kami membutuhkan waktu yang lebih lama," kata Direktur Utama KCI Wiwik Widayanti dalam konferensi pers di Jakarta.

Ia mengatakan kartu yang bisa digunakan meliputi Kartu Multi Trip (KMT), Tiket Harian Berjaminan (THB), dan kartu uang elektronik bank dari Bank Mandiri, BCA, BRI dan BNI.

"Upgrade dan pemeliharaan mau tidak mau harus dilakukan dan proses ini sudah lama dilakukan bersama Telkom dan sebagainya. Pengembangan ticketing KRL ini dan pembaruan pemeliharaan sistem elektronik ini untuk meningkatkan keandalan sistem," katanya.

Dia menyarankan pengguna yang belum bisa menggunakan kartu elektronik untuk menormalkan kembali kartunya hingga tujuh hari ke depan di loket stasiun kereta terdekat.

Akhirnya, apapun ini membuat catatan tersendiri bagi PT KCI dan pihak terkait lainnya, bahwa tidak ada sistem apapun yang sempurna, meski sudah menggunakan teknologi terkini. Semuanya harus bersiap terhadap segala risiko yang tak diinginkan.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018