Surabaya (ANTARA News) - Sepekan sebelumnya, publik dikejutkan dengan laporan hilangnya uang nasabah BRI di Kediri, Jawa Timur, secara misterius. Akibatnya, nasabah berbondong-bondong mendatangi kantor BRI terdekat untuk mengadukan permasalahannya.

Beberapa dugaan muncul, salah satunya menganggap hal itu terjadi karena kejahatan "skimming" atau kejahatan yang dilakukan dengan alat yang bernama skammer. Alat ini ditempatkan di mesin anjungan tunai mandiri (ATM), kemudian menduplikat data nasabah dan mencurinya.

Namun, ada pula dugaan-dugaan lain yang mengakibatkan hilangnya uang tersebut. Hingga kini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian dan perbankan.

Kasus serupa juga menimpah Bank Mandiri di Surabaya. Akibatnya, belasan nasabah bank itu antre mengurus pemblokiran rekening di Kantor Bank Mandiri KCP Surabaya Graha Pena.

Para nasabah itu sengaja melakukan pemblokiran rekening karena saldo di rekening mereka raib secara misterius. Hal ini diduga akibat kejahatan serupa.

Berdasarkan catatan, "skimming" bukanlah hal yang pertama terjadi di negeri ini. Kejadian serupa juga pernah terjadi beberapa tahun lalu dengan menggunakan metode dan teknologi yang sama, dan pelakunya berhasil ditangkap.

Namun, teknologi kini terus berkembang dan diduga kasus "skimming" yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir melibatkan pihak asing atau menggunakan metode lintas Negara. Data yang dicuri, kemudian dicairkan di negara lain.

Berdasarkan rilis Penyidik Polda Metro Jaya, jaringan "skimming" melibatkan warga negara Rumania, Hungaria, dan Indonesia untuk membobol 64 bank di sejumlah Negara. Oleh karena itu, perlu adanya kehati-hatian bagi masyarakat.

"Bank di luar negeri juga jadi korban," kata Kepala Unit IV Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Rovan Richard Mahenu.

Rovan menyebut pelaku membobol saldo rekening nasabah pada 64 bank di dunia terdiri atas 13 bank domestik dan 51 bank luar negeri, dan termasuk jaringan internasional yang melakukan kejahatan antarnegara.

Laporkan
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Surabaya Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Rudi Setiawan mempersilakan korban dugaan kejahatan "skimming" di Surabaya untuk melapor ke instansinya agar segera mendapat penanganan penyelidikan.

Tim Polrestabes Surabaya juga secara rutin melakukan penjagaan ketat mesin-mesin ATM yang tersebar di wilayah hukum Kota Surabaya. Pasalnya, selain tergolong sebagai objek vital, juga sebagai antisipasi.

Namun begitu, Rudi tetap meminta laporan dari masyarakat apabila menjadi korban kejahatan kasus "skimming" sehingga Polrestabes bisa cepat melakukan tindakan dan penyelidikan dari petugas.

Dari pihak Bank Indonesia, juga telah meminta kalangan perbankan untuk mempercepat pemasangan teknologi "chip" pada kartu ATM nasabah guna mengantisipasi kasus tersebut.

"Sebenarnya, skimming ini sudah ada cukup lama. Sekarang muncul lagi, modusnya sama," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Hamid Ponco Buwono.

Kartu ATM dengan model "chip" diakui dapat meningkatkan keamanan data nasabah. Namun, tidak mudah dilakukan karena biayanya cukup besar sehingga BI memberi target sampai 2020 agar tidak terlalu membebani perbankan.

"Ya, memang tidak bisa seketika meminta perbankan mengganti semua ATM dengan teknologi `chip`, tetapi setidaknya 2020 semua kartu ATM sudah model `chip`. Kalau untuk kartu kredit, kebanyakan perbankan sudah memakai `chip`," katanya.

Sementara itu, dari pihak BRI, Direktur Utama BRI Suprajarto mengaku telah memperkuat sistem keamanan guna mengantisipasi terjadinya kasus serupa dengan mengaplikasikan perangkat lunak (software) untuk mengantisipasi transaksi di luar kebiasaan atau anomali agar lebih efektif mencegahnya.

"Sebetulnya bukan hanya BRI `kan, banyak juga bank yang kena. Ini jangan dibesar-besarkan, pasti semua bank sudah melakukan langkah terbaik sehingga tidak ada keresahan di tengah masyarakat," ujar Suprajarto.

Rumus Bijak
Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia (BI) Jember Achmad Bunyamin memberikan saran kepada nasabah sebagai antisipasi kasus pembobolan ATM dengan modus "skimming", yakni tidak memberitahukan personal identification number (PIN) ATM kepada siapa pun.

Selain itu, mengganti PIN secara berkala, kemudian mengecek saldo rekening, lalu melakukan pencetakan buku tabungan.

"Kami menyarankan kepada nasabah yang melakukan transaksi keuangan di ATM sebaiknya memilih ATM yang berada di kantor perbankan atau pusat kota, serta disarankan melakukan transaksi dengan internet banking," katanya.

Ia juga meminta pihak perbankan melakukan pemeriksaan ATM secara berkala, terutama untuk ATM yang lokasinya jauh dari keramaian dan berada di pelosok yang rawan menjadi pemasangan alat "skimming".

Tujuannya agar nasabah yang menyimpan sejumlah uangnya di perbankan merasa aman, sehingga perlu melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka mitigasi risiko hilangnya dana nasabah.

Diakui bersama atau tidak, perkembangan teknologi yang begitu cepat dan memudahkan manusia kadang membuat manusia lupa bahwa kemajuan teknologi selalu dibarengi dua sisi, yakni positif dan negatif.

Manusia lupa dengan sisi negatif karena terlalu euforia atau gembira dengan hadirnya teknologi yang sifatnya dasarnya adalah memudahkan dalam pekerjaan sehari-hari.

Oleh karena itu, perlu ada sikap kehati-hatian dalam setiap mengikuti perkembangan teknologi sehingga akan muncul kewaspadaan dalam diri.

Kemajuan teknologi memang tidak bisa dilawan. Namun, rumus bijak yang perlu diberlakukan adalah tetap mengikuti dibarengi sikap kewaspadaan sehingga akan ada upaya antisipasi, seperti halnya kasus "skimming".
 

Pewarta: Abdul Malik Ibrahim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018