Banyak hal paradoks terjadi, salah satunya menimpa keluarga Raja Dangdut Rhoma Irama dan keluarga Ratu Dangdut Elvy Sukaesih.

Tepat tiga minggu setelah Ridho Rhoma bebas dari masa tahanan dan rehabilitasi narkoba pada 25 Januari lalu, tiga anak plus menantu dan tunangan anak Elvy Sukaesih justru ditangkap dan ditahan per 16 Februari 2018 karena juga terlibat narkoba.

Tiga anak plus menantu dan tunangan anak Elvy itu adalah Dhawiya Zaida dan dua kakaknya, Syehan dan Ali Zaenal Abidin, plus Chauri Gita (istri Syehan) dan Muhammad (tunangan Dhawiya) diciduk polisi di tempat tinggal mereka diduga mengonsumi narkoba.

Anggota Subdirektorat I Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya pimpinan Ajun Kombes Pol Jean Calvin selain menangkap mereka, juga menyita barang bukti narkoba jenis sabu-sabu, alat hisap sabu-sabu bekas pakai, dua bong, sembilan cangklong kaca, empat selang plastik, satu telepon selular, satu plastik berisi sedotan, satu gulung aluminium foil, alat timbangan digital, buku tabungan atas nama Dhawiya, dan satu kotak berisi alat hisap sabu-sabu.

Kasus yang menimpa keluarga Raja dan Ratu Dangdut ini tentu mengejutkan publik, mengingat sosok Rhoma dan Elvy yang berhasil menjaga citra baik dan reputasinya sebagai penyanyi terkemuka hampir setengah abad ini bagi pecinta musik dangdut di Tanah Air dan mancanegara.

Rhoma dan Elvy menjadi panutan serta inspirasi hampir semua penyanyi dangdut sehingga keduanya dijuluki sebagai Raja dan Ratu Dangdut sepanjang masa.

Rhoma dan Elvy sepanjang karir dan kehidupannya bersih dari jerat narkoba, tetapi keluarga mereka tak kuasa melindungi diri dari pengaruh barang haram yang makin merajalela itu.

Ridho saat keluar dari masa tahanan dan rehabilitasi mengaku tak akan membuat orang tuanya menangis lagi serta tobat dari narkoba yang membuat dia ditangkap polisi pada 25 Maret 2017 di sebuah hotel di Jakarta Barat.

Kini justru Dhawiya, Syehan, Ali, Chauri, dan Muhammad, membuat Elvy menangis.

Kesedihan, keharuan, keprihatinan terasa membuncah atas kasus mereka namun perang terhadap penyalahgunaan narkoba telah menjadi komitmen kuat pemerintah bersama penegak hukum dan masyarakat.

Balada keluarga Raja dan Ratu Dangdut karena terlibat narkoba ini memperpanjang deretan pengungkapan berbagai kasus penyalahgunaan narkoba.

Penyalahgunaan narkoba memang rawan terjadi di kalangan para pesohor (selebritas) dan keluarganya. Mereka menjadi target pasar dari para pengedar dan bandar narkoba.

Lihat saja sebelumnya dalam waktu yang tak berselang lama, bahkan pada hari yang sama, di tempat yang berbeda, aktris sekaligus model Roro Fitria dan aktor Fachri Albar (anak penyanyi rock legendaris Ahmad Albar) ditangkap polisi pada 14 Februari 2018 karena terjerat narkoba.

Ironisnya Roro merupakan duta antinarkoba sementara Fachri pada 2008 juga pernah ditangkap karena kasus serupa.

Mundur waktu sedikit lagi, artis Jeniffer Dunn ditangkap di rumahnya pada malam menjelang pergantian tahun 2018. Dia harus menjalani hukuman penjara untuk ketiga kalinya setelah pernah ditahan pada 2005 dan 2009 dengan kasus yang sama, terjerat narkoba.

Begitu pula aktor Tio Pakusadewo dicokok polisi di rumahnya pada 19 Desember 2017. Ironisnya Tio telah lama mengonsumsi narkoba.

Perang terhadap narkoba marak dilakukan.

Prajurit TNI AL yang merupakan kru kapal KRI Sigurot-864 bersama petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, Ditjen Bea dan Cukai, mendapatkan sekitar satu ton sabu-sabu di kapal KM Sunrise Glory berbendera Singapura yang masuk perairan Indonesia pada 7 Februari lalu.

Sekitar pertengahan tahun lalu, Polda Metro Jaya juga membongkar upaya penyelundupan satu ton sabu-sabu di Anyer, Banten.

Operasi penangkapan atas pelaku penyalahgunaan dan peredaran narkoba juga marak dilakukan aparat penegak hukum hingga berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas).

Hal itu menjadi amat relevan dengan pernyataan Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso yang mengungkapkan 90 persen kasus narkoba di Indonesia melibatkan jaringan yang ada di lapas.

BNN harus lebih keras lagi memberantas narkoba dan melakukan berbagai upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran narkoba melalui berbagai sosialisasi bahaya narkoba kepada masyarakat.

Aparat penegak hukum dari berbagai institusi memang berkomitmen kuat tiada hari tanpa memerangi penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

Sindikat narkoba internasional bahkan telah masuk Indonesia yang menjadi pasar potensial mereka.



Darurat narkoba

Tak mengherankan berbagai kasus terkait dengan narkoba membuat bangsa ini berada dalam kondisi darurat narkoba.

Penyalahgunaan dan peredaran narkoba tidak hanya menyasar kalangan pesohor, tetapi juga berbagai lapisan masyarakat dari beragam strata, profesi, dan status sosial, serta di banyak tempat.

Meskipun di banyak tempat terlihat tulisan kawasan yang terbebas dari narkoba, penyalahgunaan dan peredaran narkoba merebak di mana-mana.

Data akhir tahun dari BNN menyebutkan bahwa sejak Januari hingga Desember 2017, BNN mengungkap 46.537 kasus narkoba. Sebanyak 79 orang yang menjadi tersangka kasus narkoba, tewas tertembak petugas karena melawan saat dilakukan penindakan. BNN juga mendapati 27 kasus tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari kejahatan narkoba.

Dari kasus tersebut telah diamankan 58.365 tersangka kasus narkoba dan 34 tersangka tindak pidana pencucian uang.

Barang bukti narkoba yang dikumpulkan oleh BNN, Polri, dan Ditjen Bea Cukai terdapat sabu-sabu sebanyak 4,71 ton, ganja 151,22 ton, dan ekstasi sebanyak 2.940.748 butir.

Barang bukti dari tindak pidana pencucian uang berupa aset dalam bentuk kendaraan bermotor, properti, tanah, perhiasan, uang tunai, dan uang dalam rekening yang berhasil disita BNN mencapai Rp105 miliar.

Data sepanjang 2017 itu meningkat dibandingkan dengan pada 2016 yang menyebutkan 196 tersangka ditangkap dengan barang bukti sekitar 990 kilogram sabu-sabu, 3,051 ton ganja, dan 616.534 ekstasi.

Kondisi Indonesia darurat narkoba telah didengungkan oleh berbagai petinggi negeri ini sejak 2016.

Bahkan, Presiden Jokowi pada acara pemusnahan barang bukti narkoba di Monas, Jakarta, pada 6 Desember 2016, antara lain mengungkapkan bahwa sekitar 15 ribu jiwa generasi muda meninggal dunia setiap tahun atau 40 hingga 50 orang per hari karena menjadi korban penyalahgunaan narkoba.

Jokowi juga mempertanyakan berapa pengedar dan bandar narkoba yang mati dibandingkan dengan begitu banyaknya korban melayang akibat mengonsumsi narkoba.

Untuk itu, perang melawan pengedar dan bandar narkoba merupakan keniscayaan dalam upaya mengatasi penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

Pada 2015 saja diperkirakan angka prevalensi pengguna narkoba mencapai 5,1 juta orang. Kerugian material kurang lebih Rp63 triliun dari belanja narkoba, biaya pengobatan dan rehabilitasi, kerugian akibat barang-barang yang dicuri, dan sebagainya.

Sementara pada tahun ini hingga saat konferensi pers oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 7 Februari lalu, Ditjen Bea dan Cukai bekerja sama dengan BNN telah membongkar tiga kasus penyelundupan narkotika di Aceh dan Sumatera Utara.

Dari ketiga kasus yang telah diungkap pada Januari 2018 tersebut, petugas gabungan berhasil mengamankan lebih dari 110,84 kilogram sabu-sabu dan 18.300 butir ekstasi. (Angka ini mungkin belum termasuk saat aparat TNI AL mengamankan kapal berbendera Singapura, Sunrise Glori, yang membawa sekitar 1 ton sabu-sabu di Perairan Selat Philips, berdekatan dengan perairan Kota Batam, Kepulauan Riau pada 7 Februari)

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso menyatakan pemerintah telah berhasil menyelamatkan lebih dari 570 ribu masyarakat dari ancaman penyalahgunaan narkoba dari ketiga penindakan tersebut.

Ditjen Bea dan Cukai telah mengungkap 49 kasus penyelundupan narkotika dengan total berat barang bukti mencapai 201,2 kilogram hingga Februari 2018.

Kasus narkoba memang merupakan balada tetapi tidak cukup hanya meratapi dan memprihatinkan kasus-kasus yang terungkap. Hal terpenting adalah memerangi narkoba karena merupakan ancaman terbesar yang melemahkan kekuatan bangsa ini.

Apa jadinya bangsa ini bila makin banyak orang terjerat narkoba. Cita-cita mewujudkan generasi emas bangsa Indonesia pada 2045 pun bisa-bisa menjadi "generasi lemas" karena tak berdaya dalam mengatasi jebakan narkoba.

Apresiasi yang tinggi sangat layak diberikan kepada seluruh aparat penegak hukum dari berbagai instansi karena telah menunjukkan kegigihan dan keberanian menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba.

Upaya keras dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan hingga membuat seluruh masyarakat sadar bahaya narkoba perlu terus dilakukan.

Kesadaran masyarakat memang harus terus ditumbuhkan mengingat silih berganti kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba masih terjadi.

Semestinya dari satu kasus yang terungkap dapat menjadi cermin bagi yang lain untuk tidak terjerat dalam kasus serupa atau menjadi efek jera bagi pelakunya untuk tidak mengulanginya lagi.

Seperti salah satu bait lagu karya Rhoma Irama berjudul "Mirasantika" yang berbunyi "... dan narkotika apapun jenisnya, tak akan kukenal lagi dan tak akan kusentuh lagi walau secuil...", memang tak ada kata terlambat untuk mengatakan tidak pada narkoba.

Bangsa dan negara ini harus kuat tanpa narkoba. Narkoba adalah musuh bersama yang harus diperangi.

Baca juga: Anak Elvy Sukaesih, Dhawiya, ditangkap polisi karena narkoba

Baca juga: Roro Fitria ditangkap polisi gara-gara sabu

Baca juga: TNI AL amankan 1 ton sabu-sabu di Batam

Baca juga: Fachri Albar ditangkap polisi


Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018