Sekarang ini kan kecenderungan pemberitaan terkesan serba instan."
Jakarta (ANTARA News) - Tokoh pers nasional Astrid Soerjo binti Djamaluddin Adinegoro meninggal dunia di usia 68 tahun di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center (MMC) Jakarta sekira pukul 04.35, Senin, setelah sekian lama terkena kanker.

Putri bungsu pejuang pers nasional Djamaluddin Adinegoro alias Djamaluddin Gelar Datuk Madjo Sutan  itu disemayamkan di rumah duka Jalan Banyumas nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat, dan akan dimakamkan di San Diego Hills, Cikarang, Jawa Barat, selepas waktu Shalat Dzuhur.

Semasa hidupnya, Bu Astrid --demikian kalangan pers menyebutnya-- menjadi salah seorang anggota Dewan Penasehat Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan pernah melanjutkan mengelola surat kabar Neraca yang didirikan ayahandanya.

Pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2012 di Jambi, Astrid menjadi salah seorang penerima penghargaan Kartu Pers Nomor Satu (Press Card Number One/PCNO) yang diserahkan Ketua Dewan Pers Bagir Manan di hadapan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono.

Salah seorang pendiri Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) itu juga sangat aktif dalam kegiatan Anugerah Jurnalistik Adinegoro yang setiap tahun diselenggarakan PWI Pusat untuk mengenang sekaligus meneruskan semangat Adinegoro sebagai wartawan multitalenta, juga sebagai kartograf (pembuat peta), penulis cerpen dan novel, serta pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) di Bukitinggi.

Astrid dalam berbagai kesempatan mengharapkan Anugerah Jurnalistik Adinegoro menjadi peluang bagi seluruh wartawan Indonesia untuk berkompetisi membuat laporan jurnalistik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Mantan Direktur Konfederasi Wartawan ASEAN (CAJ) PWI Pusat itu menyatakan, "Ini menjadi peluang pula bagi wartawan di daerah, mulai dari Papua hingga Aceh menjadi pemenang Anugerah Adinegoro.

Astrid, yang alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), juga berharap bahwa wartawan Indonesia selalu memacu kreativitasnya dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, seperti yang dicita-citakan Adinegoro semasa hidupnya.

"Sudah waktunya pula para wartawan bisa mengembangkan jurnalisme sastrawi yang dapat diterima masyarakat. Sekarang ini kan kecenderungan pemberitaan terkesan serba instan," ujarnya saat mengumumkan Anugerah Adinegoro 2008.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016