Pemuda asal Azerbaijan  Aliasgar Hajivey dengan tangkas membawakan tari kontemporer, mengikuti gerakan 10 rekannya. Mereka tiga bulan belajar di Sanggar Soeryo Soemirat, Solo.

"Saya juga sudah belajar Bahasa Indonesia di sana, tapi saya belum begitu paham tentang Indonesia," ungkap Ali, nama panggilan Aliasgar dalam Bahasa Indonesia dengan terbata.

Ali sedikit meringis karena wajahnya dirias tebal, tapi hal itu tidak mengurangi kegembiraannya.

Dia senang dapat menari bersama para peserta penerima Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) untuk tampil di pagelaran budaya Indonesian Channel 2015 bertempat di Dome Sekolah Tinggi Pariwisata, Bandung.

Selain Ali, masih ada juga peserta lain yang sudah belajar budaya dan Bahasa Indonesia selama tiga bulan di empat sanggar lain yaitu Saung Angklung Udjo Bandung, studio Tydif Surabaya, sanggar Samarandana Denpasa, Bali dan rumah Budaya Rumata, Makassar.

Giliran selanjutnya ada para peserta yang belajar di Bali membawakan tarian pendet dan Puspa Wresti lengkap dengan tetabuhan Tabuh Telu dan Gegilak dengan gerakan nyaris sempurna.

Ada 70 orang peserta yang berasal dari 40 negara selama dua jam bergantian membawakan tari-tarian di panggung berukuran sekitar 15 x 20 meter di hadapan sekitar 1.000 undangan pada Kamis (11/6) malam itu.

Mereka dibantu oleh para pemusik yang berasal dari masing-masing sangar, meski para para penerima BSBI juga ada yang bergantian membawakan alat musik tradisional seperti gamelan, angklung, kecapi dan alat musik lainnya.

Pagelaran Indonesia Channel sendiri tetap diatur oleh seorang art director profesional yang merajut tari-tarian tersebut menjadi satu cerita besar yang dibagi dalam empat babak.

Para penonton dibawa dalam perjalanan seni yang bertemakan kemaritiman, bercerita bagaimana laut dan maritim membentuk seni-budaya dan mempengaruhi masyarakat Indonesia.

Di pojok kanan ruangann Dome tampak juga hasil karya para peserta berupa kain batik, lukisan, hingga satu gamelan karya seorang alumni yang sebelumnya menekuni dunia musik dan mencari-cari perpaduan tepat untuk menghasilkan bunyi alat musik pukul dari logam itu.

Dua orang pembawa acara pada acara tersebut juga adalah alumni BSBI yaitu Milica Vukovic, alumni tahun 2013, dari Serbia dan Bhawika Hikmat penerima BSBI tahun 2009 asal Indonesia dan sempat bekerja di saung Angklung Udjo hingga 2014 lalu.

"Saya saat ini kuliah S2 di Universitas Parahiyangan, jadi saya sudah tahu angkot dari tempat tinggal saya di Buah Batu ke kampus," kata Milica dalam Bahasa Indonesia berdialek asing di panggung acara. Kontan saja ucapannya tersebut mengundang tawa para undangan.

Sedangkan Bhawika sendiri baru saja diangkat menjadi Ketua Alumni BSBI. Ia yakin BSBI dapat menjadi pintu gerbang yang menciptakan ketertarikan terhadap Indonesia.

"Tidak hanya banyak alumni BSBI yang kembali untuk melanjutkan studi, banyak yang juga memulai program pertukaran pelajar mereka sendiri, juga beberapa yang membuat studi komparasi hubungan bilateral antara Indonesia dan negara asal, ada seorang alumni menulis buku yang akan diterbitkan akhir tahun 2015," ungkap Bhawika.

Bhawika bahkan pernah mengadakan tur workshop tari SUnda di Thailand dan Laos karena dibantu rekan-rekannya dalam program BSBI. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 1-14 Februari 2015 dengan mengunjungi Khon Kaen University, Dhonburi Rajabhat University dan Lao National School of Arts.

Selama program, dengan ditempatkan Bersama orang lokal, para peserta BSBI ini tidak hanya menjadi tamu di negara asing, tapi juga bagaimana menjadi orang Indonesia. Mereka belajar naik angkot, belajar menawar, mereka melihat bagaimana sistem politik dan pemilu di Indonesia, mereka mengerti bagaimana berbagai macam interaksi yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia.

Peserta dari Bandung misalnya belajar dua tarian, satu koregrafi Pencak Silat dan dua lagu dengan musik angklung, salah satunya adalah "Beat it" yang dipopulerkan oleh Michael Jackson. Sedangkan peserta yang ditempatkan di Yogya belajar gamelan, membantik dan bahkan tarian dayak serta bahasa Sunda.

Selain belajar tari-tarian dan bahasa, peserta juga berkunjung ke tempat-tempat wisata di masing-masing kota untuk belajar sejarah Indonesia,

Selain BSBI Reguler yang merupakan kurikulum utama untuk memperkenalkan Indonesia dalam aspek sosial, seni dan budaya, ada juga BSBI Kekhususan yang dimulai 2010. Peserta menerima kurikulum yang lebih spesifik tentang isu-isu aktual Indonesia dan peran Indonesia di ASEAN dan berbagai hal terkait. Pelaksanaan program ini dilakukan di UPN Veteran Yogyakarta

Para alumni

Setelah kembali ke negara mereka, mereka diharapkan tidak hanya aktif bercerita tentang pengalaman positif mereka di Indonesia, tapi mereka juga rajin membuat acara dan pameran sendiri.

Tidak hanya rajin bertandang ke KBRI, banyak para Indonesianis ini yang membangun karir dari pengalaman mereka di BSBI.

Ada yang mendirikan butik batik khas Indonesia, menjadi perias pengantin tradisional Indonesia, mengajar tarian Indonesia, sampai mengatur program pertukaran pelajar lebih lanjut antara Indonesia dan negara asal.

Rachada Sukato dari Thailand mengembangkan tari bali lokakarya di Thailand sejak tahun 2012. Hwang Woo Joong asal Korea Selatan menjadi penyanyi dangdut Indonesia yang sudah meluncurkan album. Rennie Roos mendirikan Indonesia Netherlands Youth Society untuk mendekatkan hubungan pemuda Indonesia-Belanda dengan dukungan Kemlu Indonesia dan Belanda.

Mario Reiter bekerja sebagai aktor pencak silat di Austria. Brune Chervin asal Prancis membuat film dokumenter tentang tradisi Sulawesi Selatan.

Tahun ini peserta berasal dari negara Austria, Brunei Darussalam, Kamboja, Kanada, Tiongkok, Kroasia, Ceko, Fiji, Prancis, Jerman, Yunani, Hungaria, India, Kazakstan, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Selandia Baru, Papua Nugini, Polandia, Rusia.

Kemudian, Kepulauan Solomon, Korea Selatan, Spanyol, Suriname, Thailand, Belanda, Filipina, Amerika Serikat, Timor Leste, Turki, Vanuatu dan Vietnam.

Kita menunggu hasil karya 70 orang alumni BSBI 2015.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015