Jakarta (ANTARA) - Perkembangan budaya digital dengan segala keberlimpahan informasi telah menghadirkan banyak sekali narasi mengenai literasi.

Di tengah era internet dan media sosial atau yang juga dikenal dengan internet of things maka kemudahan akses untuk memperoleh informasi harus diimbangi dengan literasi.

Pengertian literasi sendiri dapat meliputi banyak hal, antara lain mengenai kemampuan membaca, menulis dan mencerna berbagai informasi.

Seseorang yang "melek" literasi maka akan dapat mencerna dengan baik berbagai hal dan informasi yang ada di sekitarnya, termasuk di internet atau media sosial.

Pada saat ini masyarakat dapat dengan mudah masuk ke dalam jejaring digital. Ketika sudah masuk, maka literasi akan menjadi pemegang kendali, agar seseorang tidak mudah hanyut dan larut dalam derasnya arus informasi.

Dengan tingkat literasi yang tinggi, maka seseorang akan memiliki daya saring untuk memilah berbagai hal yang didapat di tengah belantara informasi.

Pada saat ini pemerintah terus mendorong penguatan pembudayaan literasi guna mewujudkan generasi bangsa yang unggul dan berkualitas.

Naskah akademik peta jalan pembudayaan literasi yang disusun pemerintah sebagai acuan bagi seluruh pihak kini sudah selesai untuk selanjutnya menjadi rancangan Peraturan Presiden (Perpres).

Baca juga: Kemenko PMK dorong penguatan budaya literasi

Dari keluarga

Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Didik Suhardi mengatakan perancangan perundangan dalam bentuk perpres sedang dalam proses.

Perpres tersebut nantinya diharapkan akan dapat menjadi payung bagi kementerian/lembaga terkait untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam program pembudayaan literasi.

Langkah pemerintah untuk meningkatkan budaya literasi tersebut sangat tepat, terlebih lagi jika program tersebut diterapkan hingga ke seluruh lapisan masyarakat mulai dari perkotaan hingga perdesaan.

Terlebih lagi pada era digital seperti sekarang ini, literasi seakan menunjukkan tingkat keadaban sebuah bangsa. Literasi juga merupakan indikator kualitas sumber daya manusia.

Bahkan, literasi atau keberaksaraan juga dapat menjadi pintu masuk berbagai ilmu, di mana buku dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan.

Seseorang yang memiliki literasi yang baik, tentu akan bisa dengan mudah mengakses pengetahuan dengan baik pula.

Menurut Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Edi Santoso literasi merupakan upaya mengakarkan tradisi membaca di tengah tren digital.

Pernyataan dosen ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed tersebut memang sangat relevan, karena serbuan internet dan media sosial yang interaktif dan atraktif memang hadir di tengah upaya keras pemerintah meningkatkan budaya dan minat baca.

Internet dan media sosial yang interaktif dan atraktif tentu sangat disukai generasi muda, sementara generasi ini merupakan sasaran utama program literasi.

Tentunya ini menjadi suatu tantangan besar, yakni bagaimana membudayakan membaca buku bagi para generasi muda di tengah era digital, internet dan media sosial.

Program pembudayaan literasi yang terus digencarkan oleh pemerintah tentunya diharapkan akan dapat menjawab tantangan tersebut.

Terlebih lagi jika program literasi ini dimulai dari unit-unit terkecil di masyarakat, yaitu keluarga. Karena bagaimanapun keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam mengenalkan literasi kepada anak-anak.

Baca juga: Sosiolog: Peningkatan literasi perlu jadi agenda prioritas

Masyarakat ke masyarakat

Program pemerintah untuk meningkatkan budaya literasi memang perlu diintensifkan karena literasi ibarat fondasi yang menentukan kokoh atau tidaknya suatu bangunan.

Seperti yang dikatakan Guru Besar Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Prof. Amy Yayuk Sri Rahayu mengatakan manfaat literasi jelas penting dalam meningkatkan kemampuan membaca dan menulis masyarakat.

Tentunya, ada banyak cara untuk membangun literasi masyarakat baik di perkotaan hingga mereka yang ada di perdesaan.

Misalkan dengan mendorong pembangunan perpustakaan daerah, bahkan hingga tingkat kelurahan atau desa. Perpustakaan yang fungsional dengan desain menarik sehingga menarik minat anak muda untuk datang berkunjung.

Namun demikian pembangunan perpustakaan hanya menjadi salah satu cara, karena masih banyak cara lain untuk membangun literasi.

Prof. Amy Yayuk Sri Rahayu yang juga merupakan pengamat kebijakan publik UI menilai perlunya peran serta masyarakat secara kolaboratif untuk menyukseskan program pembudayaan literasi.

Kebijakan Pemerintah juga perlu diarahkan pada pembudayaan literasi dengan model pendekatan dari bawah atau bottom up, artinya dengan melibatkan peran masyarakat.

Misalkan dengan mendukung program perpustakaan mandiri yang diinisiasi oleh masyarakat, serta menyediakan sarana prasarana seperti taman baca, pengadaan buku dan berbagai program lainnya.

Dari sini nantinya akan mendorong masyarakat lainnya untuk ikut berkontribusi dalam memberikan buku-buku layak baca.

Dari narasi di atas dapat disimpulkan bahwa literasi memegang peranan penting sebagai bekal awal bagi seseorang dalam menghadapi tantangan era digital.

Dengan demikian penguatan program memang perlu terus digaungkan. Karena, di tengah arus informasi yang berlimpah, maka kemampuan literasi tidak boleh rendah.

Karena perubahan dunia digital memang menghadirkan banyak tantangan, sehingga untuk merespons tren digital tersebut maka upaya menumbuhkan kemampuan literasi akan menjadi selalu relevan, hal ini bisa dimulai dengan membuka akses selebar-lebarnya bagi masyarakat terhadap dunia pustaka.

Meskipun dunia digital penuh ingar bingar, namun literasi akan mengawal setiap proses belajar.*

Baca juga: Literasi digital jadi kunci untuk manfaatkan peluang teknologi

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022