Jakarta, (ANTARA News) - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Walhi mendesak Pemerintah dan DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera menghentikan operasi PT SAM, sebuah perusahaan tambang marmer di Naitapan, Desa Tunua, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT karena kegiatan itu merusak lingkungan sekitarnya. Selain itu kedua LSM lingkungan hidup itu juga mendesak agar pihak terkait segera melakukan pemulihan lingkungan di lokasi yang telah dirusak oleh pertambangan itu. "Jatam dan Walhi mendukung sikap warga di kawasan dekat lokasi tambang untuk memperjuangkan hak-haknya," kata Koordinator Jatam, Siti Maimunah. Mereka juga mendesak aparat keamanan dan pemerintah untuk tidak melakukan tindakan-tindakan refresif terhadap warga yang melakukan aksi protes menuntut hak-hak mereka termasuk tuntutan pemulihan lokasi pertambangan di kawasan tersebut. Jatam juga mendukung sikap warga yang melakukan pendudukan di lokasi tambang PT SAM, dan ia mendesak kepada pengusaha, pemerintah setempat untuk menghentikan operasi perusahaan tersebut karena mengakibatkan kerugian bagi masyarakat setempat. Sementara itu Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi, Torry Kuswardono menyatakan penambangan marmer di kawasan Desa Tunua itu adalah tindakan bunuh diri massal. "Kawasan tersebut merupakan kawasan tangkapan air yang mengaliri dua sungai terbesar di Timor, Benanain dan Noelmina, ratusan mata air di Molo dan daerah kaki pegunungan Molo amat bergantung pada keberadaaan kawasan pegunungan kapur/marmer di kawasan Molo," katanya. Ia mengatakan Pemda Timor Tengah Selatan harus memperhatikan masalah tersebut, karena untuk jangka panjang kerusakan lingkungan akan berakibat negatif kepada masyarakat setempat. Sementara Franky dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan dukungan serupa untuk masyarakat di kawasan itu. Ia mengatakan pemerintah harus menghormati hak dan aspirasi masyarakat untuk menyatakan pilihannya terkait aktivitas pertambangan. "Jika terjadi dampak-dampak buruk akibat operasi tambang mereka lah yang paling merasakan dampaknya," katanya. Menurut Torry Kuswardono, ratusan warga yang terdiri atas perempuan, laki-laki dan anak-anak menduduki lokasi pertambangan pada Rabu (1/3) dan memaksa perusahaan PT SAM menghentikan operasinya dan tidak lagi melakukan penambangan di wilayah tersebut.(*)

Copyright © ANTARA 2006