Jakarta (ANTARA News) - Air bersih merupakan barang yang sulit di cari di Jakarta, sementara pihak yang bertugas sebagai penyedia air bersih belum mampu melakukan tugasnya dengan baik.

"Pak gubernur (Fauzi Bowo) mengingatkan bahwa air tanah Jakarta tercemar bakteri E Coli. Jakarta betul-betul tidak punya ketahanan air, perlu adanya sistem air perpipaan. Kemampuan swasta dalam melayani air belum seratus persen," kata Nila Ardhianie, direktur Amrta Institute for Water Literacy, dalam seminar "13 Tahun Swastanisasi Layanan Air Jakarta," yang diadakan Kamis, di Jakarta.

Mulai 1 Februari 1998 PAM (Perusahaan Air Minum) Jaya bekerja sama dengan dua operator swasta yaitu Palyja (PAM Lyonnaise Jaya) dan Aetra Air Jakarta untuk melayani kebutuhan air warga ibukota. Palyja bertugas di bagian barat sedangkan Aetra di sebelah timur. PAM Jaya yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertugas untuk mengawasi kinerja kedua operator itu.

Setelah menjalin kerjasama selama 13 tahun, pelayanan kebutuhan air bersih di Jakarta masih buruk.

"Sebenarnya yang kita inginkan adalah area ekspansinya bertambah dan airnya bertamabh. Bukan pelanggannya yang semakin nol. Kebocoran air atau NRW (non revenue water) relatif tinggi," kata Maurits Napitupulu, direktur utama PAM Jaya.

Maurits memaparkan data yang menyebutkan jumlah pelanggan PAM Jakarta sebanyak 806.153 atau 62% wilayah cakupan. Dari seluruh 419.776 pelanggan Palyja  sebanyak 94.856 pelanggan (22,60%) tidak mendapat air (0 m3). Sementara dari seluruh pelanggan 386.377 PT. Aetra, sebanyak 54.474 pelanggan (14.14%) tidak mendapat air (0 m3).

Data yang dipresentasikan Maurits menyebutkan Palyja mengklaim telah menaikan jumlah pelanggan 2 kali dari jumlah sebelum kerja sama, namun jumlah pelanggan 0 m3 meledak menjadi 22,60 %, dan pelanggan dengan tekanan rendah menjadi 23,25 %, akibatnya NRW turun menjadi 42 %. Sedangkan kebocoran Aetra 49%. NRW Jakarta lebih tinggi dari Surabaya yang memiliki kebocoran 35%.

PAM juga menemukan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh kedua operator seperti adanya sambungan tanpa meteran air, pemasangan pipa tidak standar dan kebocoran air selama bertahun-tahun.

Sejak Maret 2001 hingga Desember 2010 jumlah tunggakan rekening meningkat secara eksponensial dengan total tunggakan mencapai sebesar Rp. 528.185.953.486,00.

Mohamad Selim, presiden direktur PT Aetra mengatakan tidak benar bila dikatakan NRW tidak turun. Berdasarkan data yang dia paparkan, NRW tahun 2010 sebesar 49.59% dan jumlah itu turun menjadi 48.65% pada Mei 2011.

"Tidak benar bila dikatakan tidak turun. Sudah turun, walau tidak cepat, sekarang sekitar 48 persen kurang lebih," kata Muhamad.

Sementara mengenai menurunnya jumlah pelanggan kemungkinan karena mereka memiliki sumur atau karena terjadinya pencurian yang tidak menggunakan meteran, dan saat ini pihaknya sudah punya pemetaan. Volume pemakaian pelanggan juga meningkat dari 104.5310 tahun 1998 menjadi 136.6880 tahun 2010.
(ENY)



Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011