Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial menyatakan bahwa wewenang penyadapan yang mungkin dilakukannya harus disesuaikan dengan Undang-undang (UU) lain supaya tidak bentrok dan sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal ini diungkapkan Juru Bicara KY Asep Rahmat Fadjar, dalam acara media breifing di Jakarta, Senin.

"Jika ditanya apa penyadapan akan optimal untuk KY? Ya pasti," kata Asep.

Menyangkut kewenangan ini, tambah Asep, wakil dari pemerintah masih meminta penangguhan untuk konsultasi dan pertimbangan dari pimpinan.

Hal lainnya dalam draft RUU KY yang pembahasannya belum selesai adalah mengenai kewenangan pemanggilan paksa.

Asep menjelaskan di UU KY tidak ada upaya paksa pemanggilan hakim.

Dia mengungkapkan bahwa dalam peraturan KY Nomor 4 tahun 2011 KY melakukan pemanggilan terlapor sebanyak tiga kali.

"Jika hakim yang dipanggil untuk memberi keterangan tidak datang, maka KY akan melanjutkan proses penanganan pengaduan sampai pengambilan putusan dengan hanya data yang dimiliki KY," katanya.

Sedangkan yang sudah selesai dibahas adalah wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung.

Asep menyakan dalam poin ini KY mengusulkan satu banding satu atau maksimal dua dibanding satu dalam mengusulkan calon hakim ke DPR tidak disetujui.

"Panja tetap mengusulkan tiga calon hakim agung untuk satu lowongan," katanya.

DPR juga tidak menyetujui rencana pembentukan deputi yang sejajar dengan kesekjenan dan perwakilan KY.

Asep mengatakan usulan deputi ditolak oleh Panja DPR dengan pertimbangan ada tambahan struktur dan biaya.

"Usulan deputi diganti dengan unit kerja teknis dan diakomodasi dengan redaksional di Sekjen mempunyai tugas memberikan dukungan teknis administrasif kepada KY," katanya.

Sementara untuk usulan perwkilan KY atau KY daerah dtolak dengan pertimbangan struktur akan melebar dan bertambahnya biaya.

Menurut Asep, usulan ini diganti dengan adanya penghubung KY di daerah.

(J008/S019)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011