Iya, penyidik kehutanan sudah melaksanakan eksekusi praperadilan. Klien kami sudah bebas dan kasusnya dihentikan.
Mataram (ANTARA) - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Nusa Tenggara Barat melaksanakan eksekusi putusan praperadilan kasus angkut kayu sonokeling di Sumbawa dengan tersangka Ahmad Fauzi alias Iwan.

"Perintah eksekusi pengadilan sudah kami laksanakan," kata Kepala Seksi Penegakan Hukum DLHK NTB Astan Wirya, di Mataram, Senin.

Pelaksanaan eksekusinya berkaitan pengembalian barang bukti yang disita sebelumnya, berupa dokumen perjalanan, 693 batang kayu balok jenis sonokeling berbagai ukuran, truk angkut bernomor polisi P 8093 UR, dan barang pribadi pemohon.

Selain itu, PPNS kehutanan juga melaksanakan perintah hakim tunggal praperadilan untuk mengeluarkan tersangka dari tahanan Rutan Polda NTB, serta memulihkan seluruh harkat, martabat, serta kedudukannya sebagai warga negara.

Pengacara Ahmad Fauzi, Hartono membenarkan bahwa kliennya kini sudah kembali ke keluarganya.

"Iya, penyidik kehutanan sudah melaksanakan eksekusi praperadilan. Klien kami sudah bebas dan kasusnya dihentikan," ujarnya.

Dengan adanya pelaksanaan eksekusi ini, kasus yang menimpa Ahmad Fauzi sebagai pemohon praperadilan kini telah dihentikan. Penghentiannya berdasarkan putusan Hakim Tunggal Praperadilan pada Pengadilan Negeri Mataram pada Rabu (3/11) lalu.

Dalam putusannya, hakim tunggal Mahyudin Igo menyatakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 4 Oktober 2021 yang dikeluarkan DLHK NTB tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

Hakim tunggal juga menyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum terkait surat perintah penangkapan serta penahanan Ahmad Fauzi.

Hakim tunggal menyatakan putusan demikian dengan mempertimbangkan berbagai hal yang terungkap dalam sidang praperadilannya.

Salah satunya terkait penetapan pemohon sebagai tersangka. Hakim tunggal menilai PPNS DLHK NTB sebagai termohon terkesan terburu-buru dalam menetapkan Ahmad Fauzi atau Iwan sebagai tersangka.

Hal itu dilihat dari belum ada pemeriksaan terhadap Hamzah, pemilik UD Raih Putra, penampung kayu yang berperan menjual kayu kepada Iwan. Hakim tunggal menilai keterangan Hamzah bisa menjadi alat bukti kuat dalam menentukan adanya unsur perbuatan pidana dari kasus tersebut.

Walaupun ada pihak lainnya telah menjalani pemeriksaan, seperti Bambang sebagai pemilik lahan pribadi tempat kayu sonokeling tersebut ditebang dan Ryan Dicky sebagai sopir truk pengangkut kayu. Namun hal itu dinilai belum menjadi bagian dari kekuatan alat bukti dalam menentukan pemohon sebagai tersangka.

Karenanya, penetapan pemohon sebagai tersangka masih prematur. Seharusnya pihak termohon dapat memperjelas kembali asal-usul kayu, apakah kayu itu berasal dari kawasan hutan atau kayu legal dari lahan pribadi.

Hakim juga menimbang terkait rangkaian perbuatan pemohon, mulai dari penebangan, pengangkutan hingga akhirnya diamankan di wilayah Lombok Timur. Seluruhnya dinilai hakim belum lengkap dan jelas.

Iwan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka terkait pengangkutan kayu sonokeling sebanyak 693 batang dengan volume 18 meter kubik. Truk yang mengangkut kayu tersebut diamankan dalam perjalanan menuju Pasuruan, Jawa Timur, di wilayah Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur pada Jumat (17/9) lalu.

Penyidik kemudian menyatakan aktivitas yang menjadi tanggung jawab Iwan itu telah melanggar Instruksi Gubernur NTB Nomor 188.4.5-75/kum tahun 2020.

Iwan kemudian ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pidana dalam Undang-Undang RI Nomor 18/2013 tentang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan atau Undang-Undang RI Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga: Hakim menyatakan penyidikan DLHK NTB terkait kasus kayu tidak sah
Baca juga: Polhut NTB menyita 404 batang kayu sonokeling asal Sumbawa

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021