Saat ini sedang marak fenomena yang dikenal dengan istilah "corruptors fight back".
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengingatkan jajarannya untuk merapatkan barisan dan waspada dalam melaksanakan tugas di tengah maraknya fenomena serangan balik koruptor atau "corruptors fight back".

Nasihat itu disampaikan oleh Burhanuddin kepada peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Kelas 1 Angkatan-78 bertempat di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Aceh, di sela kunjungan kerjanya di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh.

"Saat ini sedang marak fenomena yang dikenal dengan istilah "corruptors fight back". Oleh karena itu kita harus selalu merapatkan barisan, dan waspada dalam melaksanakan tugas, serta berperilaku sesuai norma yang ada, begitupun dalam beraktivitas di media sosial," kata Burhanuddin dikutip dalam keterangan tertulis Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung yang diterima di Jakarta, Rabu.

Burhanuddin juga meminta para jaksa menghindari unggahan yang bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah.

Menurut dia, tidak ada yang mengetahui seorang jaksa akan ditempatkan dimana dan akan menangani kasus apa, terkait hal tersebut apabila jaksa menangani kasus yang sensitif, maka pihak yang berseberangan akan dengan mudah mencari segala macam informasi dari diri seorang jaksa, bahkan keluarganya.

Media sosial, kata Burhanuddin, merupakan instrumen yang paling mudah untuk mencari informasi diri jaksa maupun kehidupan pribadinya, sehingga rentan dimanfaatkan oleh pihak yang berseberangan untuk mem-framing atau membuat opini miring tentang diri pribadi maupun institusi kejaksaan.

Karena itu, Burhanuddin menekankan kepada jajarannya untuk memperhatikan dan melaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab petunjuk Jaksa Agung yang tertuang dalam Surat Nomor: R-41/A/SUJA/09/2021. yaitu seluruh pegawai wajib memperhatikan etika, adab, dan sopan santun dalam menggunakan media sosial.

"Cermati dan pahami setiap unggahan di media sosial tidak mengandung hal-hal yang bersifat SARA, radikalisme, kebohongan, berita palsu, menyerang pribadi orang lain, atau bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah," ujar Buhanuddin.

"Dan saya ingatkan, hindari memamerkan kemewahan atau hedonisme dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di media sosial," katanya pula.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh menilai isu atau tuduhan bahwa Jaksa Agung ST Burhanudin melakukan poligami merupakan "serangan" terhadap pribadi yang berkaitan dengan kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani kasus besar.

"Tuduhan itu adalah serangan terhadap pribadi Jaksa Agung yang berkaitan dengan kinerja Jaksa Agung, terutama ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini makin solid dalam memberantas kejahatan korupsi besar seperti Jiwasraya dan Asabri," kata Pangeran di Jakarta, Sabtu (5/11).

Dia menilai tidak tertutup kemungkinan besar bahwa serangan fitnah yang diarahkan terhadap pribadi Jaksa Agung merupakan aksi yang sebelumnya telah diwaspadai Jaksa Agung sendiri atas ancaman serangan balik dari pelaku koruptor.

Hal itu, menurut dia, karena fenomena serangan balik koruptor atau "corruptors fight back" mulai terlihat modusnya, karena prestasi Kejagung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin dalam mengungkap kasus-kasus besar korupsi membuat koruptor kalap.

Saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani perkara korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar.

Salah satunya adalah dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 triliun.

Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah menetapkan 13 orang dan 10 perusahaan manajer investasi (MI) sebagai tersangka. Dari jumlah tersebut, sebanyak delapan orang telah berstatus terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sementara itu, dua terdakwa korupsi Asabri, yakni Heru Hidayat dan Benny Tjokrosapuro, sebelumnya telah divonis pidana penjara seumur hidup dalam perkara megakorupsi pada PT Asuransi Jiwasraya. Kasus yang merugikan negara Rp16,807 triliun itu juga diusut oleh penyidik Jampidsus Kejagung.
Baca juga: Anggota DPR minta kinerja Jaksa Agung tidak terganggu isu poligami
Baca juga: Jaksa Agung menekankan kasus korupsi yang berkualitas

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021