Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyebar 22.000 mahasiswa peserta Program Kampus Mengajar Angkatan II ke 3.593 sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di 491 kabupaten dan kota di Indonesia.

“Ini adalah kesempatan yang luar biasa untuk membantu anak-anak di dalam sekolah yang akan menjadi tempat mengajar nanti,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim sebagaimana dikutip dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Sabtu.

Nadiem menjelaskan, Program Kampus Mengajar dilaksanakan untuk membantu anak-anak sekolah di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) yang pada masa pandemi COVID-19 kesulitan mengikuti kegiatan pembelajaran dari jarak jauh.

Ia meminta para mahasiswa sungguh-sungguh mengikuti pembekalan yang dilaksanakan intensif selama delapan hari agar bisa optimal memberikan panduan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam numerasi, literasi, dan pembangunan karakter.

Nadiem juga mendorong mahasiswa peserta Program Kampus Mengajar Angkatan II untuk berani mencoba hal baru dalam kegiatan di sekolah mau pun luar sekolah serta berinteraksi baik dengan para guru dan masyarakat di daerah penempatan.

"Terakhir have fun , pastikan bahwa pengalaman ini yang akan Anda kenang seumur hidup,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Paristiyanti Nurwardani menyebut peserta Program Kampus Mengajar Angkatan II sebagai mahasiswa Platinum.

“Platinum itu adalah logam paling mahal di dunia, jadi adik-adik adalah generasi paling muda dengan kualitas terbaik di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Mas Menteri sudah memberikan kepercayaan, jangan lupa untuk memberikan dedikasi dan integrasi untuk kampus mengajar," tutur Paris.

Ia berharap 22.000 mahasiswa peserta Program Kampus Mengajar Angkatan II bisa membantu memacu kreativitas siswa.

“Kedekatan Anda dengan murid itu juga menjadi tolok ukur, apakah Anda punya dampak atau tidak,” kata Paris.

Mahasiswa juga diharapkan dapat cepat beradaptasi di daerah penempatan yang budaya, bahasa, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya berbeda dengan daerah tempat mereka tinggal.

Ketidaknyamanan pada masa adaptasi dengan daerah baru, menurut Paris, merupakan bagian dari proses belajar, bertumbuh, dan berevolusi sebagai orang dewasa muda.

“Jangan takut dengan rasa ketidaknyamanan, malah dirangkul rasa ketidaknyamanan itu karena dari situlah kita akan tumbuh sebagai orang baik dari sisi karakter atau dari sisi kompetensi kita,” katanya.

Baca juga:
Kemendikbudristek buka Program Kampus Mengajar angkatan kedua
​​​​​​​
Mahasiswa peserta Program Kampus Mengajar dapat biaya hidup dan UKT


Pewarta: Indriani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021