Jakarta (ANTARA) - Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara senilai Rp1,28 miliar.

Suap tersebut diberikan terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) terkait penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) sembako COVID-19.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Harry van Sidabukke terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 4 tahun ditambah denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 4 bulan," kata ketua majelis hakim Rianto Adam Ponto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Baca juga: Jaksa KPK tolak permohonan "justice collaborator" Harry Sidabukke

Harry terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Vonis tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Harry divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa terkait bansos sembako untuk penanganan dampak COVID-19. Hal yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih punya tanggungan keluarga," ungkap hakim Rianto.

Majelis hakim juga menolak permohonan Harry untuk ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau "justice collaborator".

"Dari fakta terbukti bahwa terdakwa mewakili PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude untuk mendapatkan kuota bansos sembako di Kemensos sehingga sejak awal bersepakat untuk memberikan komitmen tapi terdakwa tidak mengakui adanya komitmen sebagai pemberian suap tersebut sehingga majelis berpendapat terdakwa tidak berkualifikasi sebagai 'justice collaborator'," kata anggota majelis hakim Joko Soebagyo.

Baca juga: Terdakwa penyuap Juliari ceritakan kesaktian penentu paket bansos

Dalam perkara ini, Harry dinilai terbukti menyuap mantan Mensos Juliari P Batubara senilai total Rp1,28 miliar terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 tahap 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 yang seluruhnya sebanyak 1.519.256 paket.

Suap diberikan melalui dua anak buah Juliari yaitu Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos dan PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.

PT MHS diketahui tidak memenuhi kualifikasi sebagai penyedia bansos COVID-19 sehingga Harry menemui Lalan Sukmaya selaku Direktur Operasional PT Pertani (Persero) yang telah ditunjuk sebagai salah satu penyedia barang bansos sejak 15 April 2020.

Pertemuan terjadi pada 16 April 2020 di kantor PT Pertani. Lalan pun setuju Harry menyuplai barang-barang non-beras yang dilaksanakan PT Pertani dengan kesepakatan bahwa biaya-biaya untuk operasional dalam hal apapun dengan pihak luar akan menjadi tanggung jawab Harry.

Pada tahap 1, PT Pertani (Persero) mendapatkan kuota paket sebanyak 90.366 paket selanjutnya pada 1 Mei 2020, Harry memberikan Rp100 juta dalam bentuk dolar Singapura kepada Matheus Joko Santoso di kantornya.

Pada tahap 3, PT Pertani (Persero) kembali mendapatkan kuota paket sebanyak 80.177 paket serta paket komunitas sebanyak 50.000 paket sehingga Harry memberikan Rp100 juta dalam bentuk dolar Singapura kepada Matheus Joko Santoso di kantornya pada 3 Juni 2020.

Pada tahap 5, PT Pertani (Persero) mendapatkan kuota paket bansos sebanyak 75.000 paket, sehingga pada awal Juni 2020 Harry kembali memberikan "fee" senilai Rp100 juta dalam bentuk dolar Singapura kepada Matheus Joko Santoso.

Baca juga: Harry Sidabukke didakwa suap eks Mensos Juliari Rp1,28 miliar

Pada tahap 6, PT Pertani (Persero) kembali mendapat sebanyak 150.000 paket, Harry pun memberikan Rp100 juta dalam bentuk dolar Singapura pada pertengahan Juni 2020 kepada Matheus.

Pada tahap 7, PT Pertani (Persero) mendapatkan kuota sebanyak 160.000 paket sehingga Harry memberikan Rp180 juta sebagai "fee" kepada Matheus. Harry juga memberikan "fee" kepada Adi Wahyono sebesar Rp50 juta.

Pada tahap 8, PT Pertani dan PT MHS mendapat kuota bansos sebanyak 188.713 paket sehingga Harry memberikan "fee" sebesar Rp150 juta kepada Matheus Joko Santoso di Boscha Cafe.

Pada tahap 9, PT Pertani dan PT MHS mendapat kuota 200.000 paket, Harry lalu menyerahkan "fee" sebesar Rp200 juta pada September 2020 kepada Matheus Joko Santoso melalui supirnya bernama Sanjaya di parkiran Kemensos. Harry juga memberikan Rp50 juta kepada Matheus pada September 2020 di Club Raia Senayan serta Rp50 juta untuk Adi Wahyono di ruang kerja Adi.

Pada tahap 10, PT Pertani dan PT MHS mendapat kuota 175.000 paket sehingga Harry memberikan "fee" sebesar Rp200 juta di parkiran Kemensos pada Oktober 2020 kepada Matheus melalui Sanjaya.

Terhadap vonis tersebut, Harry dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Baca juga: Sidang dakwaan 2 penyuap Juliari Batubara digelar Rabu

Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara dua terdakwa penyuap Juliari Batubara

Baca juga: KPK: Rekonstruksi suap bansos untuk sinkronkan rangkaian peristiwa

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021