Di WFP kami tahu betul bagaimana kelaparan dapat dengan cepat terjadi ketika perdamaian dan dialog dikesampingkan,
Singapura (ANTARA) - Program Pangan Dunia (WFP) di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa kenaikan harga pangan dan bahan bakar di Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021 berisiko mengurangi kemampuan keluarga miskin untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka.

"Kenaikan harga pangan dan bahan bakar ini diperparah oleh hampir lumpuhnya sektor perbankan, perlambatan pengiriman uang, dan batasan luas pada ketersediaan uang tunai," kata WFP, Selasa.

WFP mengatakan harga minyak sawit naik 20 persen lebih tinggi di beberapa tempat di sekitar kota utama Yangon sejak awal Februari dan harga beras naik 4 persen di daerah Yangon dan Mandalay sejak akhir Februari.

Baca juga: Pemimpin sipil Myanmar sebut warga harus lindungi diri sendiri
Baca juga: Inggris minta semua warganya tinggalkan Myanmar


Di beberapa bagian Negara Bagian Kachin di utara, harga beras naik sebanyak 35 persen, sementara harga minyak goreng dan kacang-kacangan naik tajam di beberapa bagian Negara Bagian Rakhine di barat, kata WFP dalam sebuah pernyataan.

Biaya bahan bakar telah meningkat sebesar 15 persen secara nasional sejak 1 Februari, meningkatkan kekhawatiran tentang kenaikan harga pangan lebih lanjut.

Direktur WFP Myanmar Stephen Anderson mengatakan tanda-tanda itu meresahkan.

"Setelah mengatasi pandemi COVID-19, jika tren harga ini terus berlanjut, hal itu akan sangat merusak kemampuan orang-orang yang paling miskin dan paling rentan untuk menyediakan makanan yang cukup di meja keluarga," kata dia.

WFP telah membantu mendukung lebih dari 360.000 orang di Myanmar, kebanyakan dari mereka mengungsi akibat konflik selama dekade terakhir.

Badan tersebut mengulangi seruan dari Sekretaris Jenderal PBB agar keinginan rakyat Myanmar yang diungkapkan dalam pemilu November tahun lalu untuk dihormati.

"Di WFP kami tahu betul bagaimana kelaparan dapat dengan cepat terjadi ketika perdamaian dan dialog dikesampingkan," ujar Anderson.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih dan menahan pemimpinnya, Aung San Suu Kyi, dengan protes dan kampanye pembangkangan sipil yang melumpuhkan ekonomi.

Militer membela kudeta dengan mengatakan keluhan kecurangan dalam pemilu yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi, telah diabaikan. Sementara komisi pemilu mengatakan pemungutan suara telah dilaksanakan secara adil.

Sebanyak 183 orang telah tewas oleh pasukan keamanan dalam protes terhadap kudeta tersebut, kata satu kelompok pemantau hak asasi manusia.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kemlu sebut belum mendesak evakuasi WNI dari Myanmar
Baca juga: Jepang pertimbangkan respons terhadap kudeta militer Myanmar

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021