Jakarta (ANTARA) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan aktivitas manusia menjadi penyebab utama penurunan muka tanah terjadi di Jakarta.

"Kami di BPPT melalui Tim INDI 4.0 (Indonesian Network for Disaster Information), menemukan bahwa DKI Jakarta dengan segala jenis kegiatan dan pemukiman penduduk, mengalami permasalahan penurunan muka tanah," kata Direktur Pusat Teknologi Reduksi dan Resiko Bencana (PTRRB) BPPT M Ilyas dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu

Ilyas menuturkan hasil kajian teknis menunjukkan bahwa perkembangan Kota Jakarta selama 50 tahun terakhir, yang diiringi oleh peningkatan aktivitas lainnya, telah menyebabkan penurunan muka tanah.

Menurut Ilyas, permasalahan penurunan muka tanah di Jakarta harus dapat dikendalikan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi eksploitasi air tanah di wilayah itu.

Baca juga: Sedikitnya 5.000 bidang tanah di Jakarta Barat belum tersertifikasi

Baca juga: Peneliti UB: Jawa Timur alami perubahan ketinggian permukaan tanah


Peneliti Kebencanaan PTRRB BPPT Joko Widodo menuturkan dari berbagai hasil kajian studi, terdapat empat jenis penurunan muka tanah yang terjadi di Jakarta, yakni akibat ekstraksi air tanah, akibat beban konstruksi, akibat konsolidasi alami tanah aluvium, dan penurunan tanah tektonik.

Dari keempat hal tersebut, penurunan muka tanah akibat ekstraksi atau pengambilan air tanah menjadi fenomena yang dominan terjadi di Jakarta.

Tim INDI 4.0 BPPT telah melakukan analisis dengan menggunakan metode Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) yang berdasarkan data satelit Radar Sentinel 1A untuk melihat laju penurunan tanah di Jakarta.

Joko mengatakan hasil analisis data InSAR yang direkam sejak 20 Maret–22 Oktober 2019 menunjukkan bahwa laju maksimum penurunan tanah mencapai enam cm per tahun.

Menurut Tim INDI 4.0 BPPT, kondisi penurunan muka tanah yang terjadi di Jakarta sangat berkaitan erat dengan genangan banjir dan tingkat kerusakan yang terjadi akibat adanya banjir.

Permasalahan tersebut harus diantisipasi, khususnya di wilayah DKI Jakarta dengan laju amblesan yang besar.

Joko menuturkan yang harus dilakukan adalah mengurangi eksploitasi air tanah di area-area tersebut.

Tim merekomendasikan agar Pemerintah Jakarta mengeluarkan peraturan daerah pelarangan pengambilan air tanah, terutama di area-area yang kritis mengalami amblesan, dan sekaligus harus dapat menyediakan sumber air baku yang bersumber dari air permukaan sebagai penggantinya.

Baca juga: Permukaan tanah Jakarta turun, Jonan pantau Balai Konservasi Air

Baca juga: Permukaan tanah Jakarta Utara turun 11 cm per tahun


Pemerintah Jakarta juga perlu melakukan pemantauan amblesan secara berkala dengan menggunakan teknologi yang tepat. Teknologi InSAR dapat digunakan untuk memantau kondisi tersebut.

Pengembangan INDI 4.0 di PTRRB BPPT digagas guna menjadi pusat pengkajian dan penerapan teknologi multi bencana yang akan fokus pada analisis data-data kebencanaan, dalam rangka memperkuat mitigasi bencana, baik bencana geologi maupun hidrometeorologi.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021