Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai Andi Irfan Jaya selaku konsultan bertanggung jawab untuk membuat proposal aksi (action plan) untuk Djoko Tjandra sehingga tidak harus menjalani hukuman pidana.

"Terdakwa selaku konsultan bertugas untuk meredam pemberitaan bagi Djoko Tjandra ketika kembali ke Indonesia sekaligus dipercaya sebagai pembuat 'action plan' misalnya untuk tindakan ini penanggung jawabnya siapa yang dituangkan dalam 'action plan' dengan biaya 600 ribu dolar AS untuk terdakwa sehingga unsur sengaja memberikan perbuatan pembantuan telah dipenuhi dalam perbuatan terdakwa," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan vonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti membantu jaksa Pinangki Sirna Malasari menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS sekaligus melakukan pemufakatan jahat.

"Sudah disepakati antara Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari dan Anita Dewi Kolopaking mengenai 'action plan' dan 'down payment sebesar 500 ribu dolar AS benar sudah diterima saksi Pinangki melalui perantaraan terdakwa dimana 50 ribu dolar AS sudah diberikan ke Anita Kolopaking," tambah hakim Ignatius.

Baca juga: Andi Irfan Jaya divonis 6 tahun karena bantu jaksa Pinangki
Baca juga: Jaksa Pinangki sebut "action plan" berasal dari Andi Irfan Jaya
Baca juga: Andi Irfan bantah buat "action plan" untuk Djoko Tjandra


Menurut Hakim, Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan sudah menyepakati bahwa untuk masalah hukum Djoko Tjandra diserahkan kepada Anita dan masalah lain-lain diurus Andi Irfan yang yang dituangkan dalam "action plan" dengan kesepakatan 600 ribu dolar AS akan diberikan kepada Andi Irfan.

"Terdakwa adalah seorang sarjana, pengusaha kuliner, pernah bekerja dalam perusahaan konsultan sehingga dipandang berpengetahuan cukup dalam membuat 'action plan' dalam bentuk proposal dan meski Anita Kolopaking, Pinangki Sirna Malasari dan terdakwa tidak ada yang mengakui membuat 'action plan' dalam bentuk surat tapi dipastikan bahwa pembuatan action plan dipercayakan kepada terdakwa berdasarkan pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, Anita, Pinangki dan Djoko Tjandra sehingga dapat dipastikan action plan benar adanya," ungkap Hakim Ignatius.

Pertemuan itu terjadi pada 25 November 2019 di Kuala Lumpur Malaysia saat Andi Irfan ikut bertemu dengan Djoko Tjandra bersama dengan Pinangki Sirna Malasari dan advokat Anita Kolopaking.

Pada pertemuan itu diserahkan "action plan" kepada Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung yang terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dengan mencantumkan inisial "BR" sebagai pejabat Kejaksaan Agung dan "HA" selaku pejabat Mahkamah Agung yang total biayanya adalah 100 juta dolar AS namun Djoko Tjandra hanya menyetujui sebesar 10 juta dolar AS.

Tujuannya adalah agar pidana penjara 2 tahun yang dijatuhkan kepada terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra dalam Putusan PK Nomor 12 pada 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.

Pada 26 November 2019, Djoko Tjandra melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), memberikan uang 500 ribu dolar AS kepada Andi Irfan Jaya di sekitar mall Senayan City.

Andi Irfan lalu memberikan 500 ribu dolar AS itu kepada Pinangki. Pinangki lalu menyerahkan sebesar 50 ribu dolar AS (sekitar Rp740 juta) kepada Anita Kolopaking.

"Down payment (DP) 50 persen berupa uang sebesar 500 ribu dolar AS benar telah diterima Pinangki Sirna Malasari melalui terdakwa dan sebagian yaitu 50 ribu dolar AS diserahkan Pinangki kepada Anita Kolopaking sebagai DP 'lawyer' sesuai biaya kesepakatan untuk menyelesaikan masalah hukum Djoko Tjandra kepada Anita Kolopaking sebesar 400 ribu dolar AS dan urusan lain-lain untuk terdakwa sebesar 600 ribu dolar AS," Kata Hakim Ignatius.

Menurut Majelis Hakim, meski awalnya Andi Irfan tidak ada niat jahat tapi ia punya niat yang sama untuk melakukan pemufakatan jahat saat bertemu pada 25 November 2019 bersama Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking.

"Karena saat itu dibicarakan mengenai pidananya Djoko Tjandra bila kembali ke Indonesia sehingga pemufakatan jahat telah selesai sempurna berdasarkan segala yang sudah dibahas antara keempatnya meski akhirnya tidak terjadi karena Djoko Tjandra tidak menyetujui proposal tapi tidak mengubah pemufakatan jahat yang dimaksud," jelas Hakim Ignatius.

Hakim menilai Andi Irfan Jaya terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan kesatu alternatif kedua yaitu memberikan bantuan pada saat tindak pidana korupsi dari Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 ke-1 dan dakwaan kedua alternatif kedua yaitu pemufakatan jahat korupsi dari pasal 15 Jo. Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021