Semarang (ANTARA News) - Pakar pendidikan sastra Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang, Harjito, menilai pelaksanaan ujian nasional dapat memperlemah sistem pembelajaran bahasa Indonesia.

"Sistem pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah selama ini sebenarnya sudah tepat, namun cara evaluasinya melalui UN yang kurang tepat sebab hanya bersifat teoritis," katanya di Semarang, Jumat.

Harjito yang juga Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) IKIP PGRI Semarang tersebut mengatakan pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya dilakukan melalui teori, tetapi secara praktik.

Menurut dia, sistem evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia melalui UN itu salah satunya mengakibatkan banyaknya siswa yang tidak lulus dalam pelajaran itu, seperti halnya dalam pelaksanaan UN SMA tahun ini.

"Banyaknya siswa yang tidak lulus UN untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Ini sebenarnya tidak menunjukkan bahwa mereka tidak pandai, namun sistem evaluasi melalui UN itu yang tidak sejalan dengan kurikulum," katanya.

Kalau hal itu dibiarkan berlanjut, kata dia, dikhawatirkan pelajaran Bahasa Indonesia terus menjadi "batu sandungan" bagi siswa dalam UN. "Bahkan, pelajaran Bahasa Indonesia bisa dianggap momok," katanya.

Pelajaran Bahasa Indonesia bisa saja dianggap lebih mengerikan dibandingkan dengan Matematika misalnya. Padahal, kata dia, pelajaran Matematika selama ini sering dianggap momok bagi siswa, mengingat materinya yang dipandang sulit.

Ia mengatakan perlu kajian yang lebih mendalam terkait materi yang diujikan dalam UN, terutama untuk pelajaran Bahasa Indonesia. "Menjadi aneh jika sistem pembelajaran berbeda dengan sistem evaluasi," ujarnya.

Harjito menegaskan, "Jangan sampai siswa akhirnya menjadi korban karena kesalahan sistem evaluasi yang diterapkan oleh pemerintah, terutama dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Sistem evaluasi UN harus segera dibenahi."

Berkaitan dengan kurikulum bahasa Indonesia yang diterapkan di sekolah, ia mengaku tujuan pembelajaran sesuai kurikulum sebenarnya sudah tepat, misalnya, siswa tidak hanya diajarkan permasalahan teori.

"Kurikulum sudah mengupayakan bagaimana siswa mengaplikasikan dan menerapkan teori-teori yang diajarkan tersebut sehingga manfaat ilmu yang didapatkan dapat berjalan lebih optimal," katanya.

Akan tetapi, kata dia, sistem evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia seperti yang terdapat dalam UN tidak mendukung sehingga justru tidak sejalan dengan pembelajaran bahasa Indonesia sesuai diamanatkan kurikulum.

"Dengan sistem evaluasi semacam itu (UN, red.), para guru hanya dituntut mengejar aspek kognitif dalam mendidik siswa. Padahal masih banyak aspek lain yang harus digali lebih dalam," kata Harjito.(*)
(U.KR-ZLS/D007/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010