Jakarta (ANTARA) - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengatakan tidak mungkin menolak penghargaan Bintang Mahaputera karena diberikan oleh negara, meski tidak bisa menghadiri penyematannya di Istana Negara.

"Penghargaan ini diberikan oleh negara. Negara itu ada rakyat, pemerintah, tidak mungkin saya tolak. Kalau saya tolak, berarti saya tidak mengakui rakyat, tidak mengakui pemerintah," katanya, saat konferensi pers Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) secara daring, Kamis.

Atas penghargaan yang diberikan kepadanya selaku mantan Panglima TNI, Gatot menerima dan menyampaikan terima kasih, sekaligus meminta maaf karena tidak bisa hadir dalam upacara penyematannya.

Baca juga: Gatot Nurmantyo tidak hadiri acara pemberian bintang jasa di Istana

"Maka dalam pengantar surat saya, terima kasih atas penghargaan dari NKRI. Saya terima dengan ucapan syukur Alhamdulillah saya terima kasih. Namun, mohon maaf saya tidak bisa hadir dalam penyematan," katanya.

Menurut dia, penghargaan Bintang Mahaputera itu sejatinya diberikan kepada dirinya sebagai perwakilan dari seluruh prajurit TNI, baik yang aktif dan yang purna selama Gatot menjadi tentara dari 1982 hingga 2018.

"Mereka yang telah mencurahkan tenaga, pikiran, keringat, darah, bahkan nyawa dalam melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujarnya.

Baca juga: Moeldoko: Pemberian tanda kehormatan bukan upaya membungkam

Mengenai alasan ketidakhadirannya, Gatot tidak menyampaikan secara eksplisit, tetapi yang jelas seluruh alasannya yang termuat dalam beberapa poin sudah disampaikan dalam surat pribadinya kepada Presiden.

"Alasan pertama dan kedua, saya rasa sudah jelas ya. Yang ketiga, alasan yang sangat pribadi, saya sampaikan kepada Presiden bahwa saya pernah menerima perintah negara yang disampaikan Presiden hingga saya purna belum bisa menyelesaikan. Saya berharap dan berdoa agar segera diselesaikan oleh penerus saya," ungkap Gatot.

Baca juga: Mahfud MD bilang bukan hal aneh GN diberi Bintang Mahaputera

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020